Sabtu, 23 Juli 2011

bab 1 Menyelenggarakan jenazah
Accounting e-courseSabtu, 23 Juli 2011 0 komentar


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam menganjurkan ummatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit menghibur dan mendo’akannya. Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin sebagai kelompok. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah.
Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari ilmu tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelengaraan jenazah itupun merupakan fardhu kifayah juga.
Akan berdosalah seluruh anggota sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam kelompok tersebut tidak terdapat orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di sekitar penyelenggaraan jenazah itu.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah selanjutnya akan dipaparkan secara terperinci insya Allah tentang penyelenggaraan jenazah. Di dalam makalah ini akan dijelaskan hal-hal yang dikerjakan dalam penyelenggaraan jenazah dan juga doa-doa yang diucapkan dari pemandian hingga pemakaman.





BAB II
PEMBAHASAN

Menyelenggarakan jenazah bukan saja setelah seseorang meninggal, tetapi semenjak orang itu sakit, menjelang ajal, di waktu datangnya ajal, menyiapkannya sesudah itu, sampai selesai menguburnya semuanya telah dicontohkan dan diajarkan Rasulullah tentang itu secara terperinci, lengkap dan sempurna.
Walaupun penyelenggaraan jenazah itu merupakan fardhu kifayah, tetapi agama menganjurkan supaya sebanyak mungkin orang menyertai shalat jenazah, mengantarnya ke kubur dan menyaksikan penguburannya. Oleh sebab itu, kalau seseorang tidak menguasai ilmu tentang aturan agamanya mengenai perkara ini, akan sangat aib baginya.
Islam telah mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti mengalami kematian. Allah SWT telah berfirman :
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu............(Q.S. Ali ‘Imran/3 : 185)
Jika ada kerabat yang meninggal,keluarga yang meninggal hendaknya ikhlas dan rela melepaskan kepergiannya. Semua yang di dunia ini hanyalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya.
ان لله وان اليه رجعون
........Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali.” (Q.S.Al-Baqarah/2 : 156)

Nabi Muhammad saw juga bersabda :
Dari Abu Hurairah,Nabi saw. bersabda : “Banyak-banyaklah kamu mengingat hal yang memutuskan kesenangan,yaitu mati.”(H.R. at- Tirmidzi)




A.    Sikap Seorang Muslim jika ada Muslim Lain yang Baru Saja Meninggal
Sikap Seorang Muslim jika ada Muslim Lain yang Baru Saja Meninggal adalah:
a.       menutup(memejamkan) matanya,
b.      menutup mulutnya,yaitu dengan mengikat dagu dan kepalanya,
c.       menutup badannya dengan kain agar auratnya tidak terlihat,
d.      diperbolehkan menciumnya sebagai tanda berduka cita,
e.       membayar utangnya,
f.       memberi tahu keluarga,kerabat,dan teman-temannya agar mereka segera mengurus,mendoakan dan menyhalatkannya,
g.      tidak melukainya,sebagaimana tidak melukai badan orang yang masih hidup,
h.      tidak mencelanya.

B.     Pemandian Jenazah
Semua jenazah muslim yang wajib dimandikan kecuali muslim yang mati syahid, yakni yang terbunuh dalam peperangan melawan kaum kafir.
Dalil wajibnya memandikan jenazah ialah hadits Nabi SAW yang berkenaan dengan sahabat yang meninggal karena jatuh dari ontanya:
”Dari Ibnu Abbas Ia berkata: Tatkala seorang laki-laki jatuh dari kendaraannya lalu ia meninggal, sabda Beliau: “Mandikanlah dia dengan air serta daun bidara” (atau dengan sesuatu yang menghilangkan daki seperti sabun).” (H.R Bukhari dan Muslim).
Memandikan mayat hukumnya adalah fardhu kifayah atas musilmin lain yang masih hidup. Artinya, apabila diantara mereka ada yang mengerjakannya, maka kewajiban itu sudah terbayar dan gugur bagi muslimin selebihnya. Karena perintah memandikan mayat itu adalah kepada umumnya kaum muslimin
Sedangkan muslim yang mati syahid tidaklah dimandikan walau ia dalam keadaan junub sekalipun, melainkan ia hanya dikafani dengan pakaian yang baik untuk kain kafan, ditambah jika kurang atau dikurangi jika berlebih dari tuntunan sunnah, lalu dimakamkan dengan darahnya tanpa dibasuh sedikitpun juga.

  1. Syarat Wajib Memandikan Jenazah.
a.      Syarat wajib mandi ialah:
1)      Mayat orang Islam,
2)      Ada tubuhnya walaupun sedikit, dan
3)      Mayat itu bukan mati syahid.
b.      Tahap-tahap memandikan jenazah
1)      Letakkan mayat pada tempat yang tinggi,seperti bangku panjang,batabg pisang yang dijejerkan,dan lain-lain.
2)      Gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan umum.
3)      Ganti pakaian jenazah dengan pakaian basahan, seperi sarung agar lebih mudah memandikannya,tetapi auratnya tetap ditutup.
4)      Sandarkan punggung jenazah dan urutlah perutnya agar kotoran di dalamnya keluar.
5)      Basuhlah mulut,gigi,jari,kepala dan janggutnya.
6)      Sisirlah rambutnya agar rapi.
7)      Siramlah seluruh badan lalu bilas dengan sabun.
8)      Wudhukanlah jenazah.
Laki-laki:
ﻨﻮﻴﺖﺍﻟﻮﻀﻮﺀﻟﻬﺬﺍﻟﻣﻳﺖﷲﺘﻌﺎﻟﻰ
Wanita :
ﻨﻮﻴﺖﺍﻟﻮﻀﻮﺀﻟﻬﺬﻩﺍﻟﻣﻳﺗﺔﷲﺘﻌﺎﻟﻰ
9)      Siram dengan air yang dicampur kapur barus,daun bidara,atau daun lain yang berbau harum.
c. Yang Berhak Memandikan Mayat
Jikalau mayat itu laki-laki, yang memandikannya laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan mayat laki-laki, kecuali istri dan mahramnya. Sebaliknya juga jika mayat itu adalah perempuan. Jika suami dan mahram sama-sama ada, maka istri lebih berhak memandikan suaminya.
Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada perempuan, suami atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah “ditayammumkan” saja, tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang lain. Kecuali kalau mayat itu adalah anak-anak, maka laki-laki boleh memandikanya Begitu juga kalau yang meninggal adalah seorang laki-laki.
Jika ada beberapa orang ayng berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah keluarga yang terdekat dengan si mayyit, dengan syarat ia mengetahui kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak itu kepadakeluarga jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipecaya).

d. Cara Memandikan Jenazah
Dalam memandikan jenazah sebaiknya mayat diletakkan di tempat yang tinggi, seperti ranjang atau balai-balai; di tempat yang sunyi, berarti tidak ada orang yang masuk ke tempat itu selain orang yang memandikan dan orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutan. Pakaian mayat diganti dengan kain mandi atau basahan, sebaiknya kain sarung supaya auratnya tidak mudah terlihat.
Mula-mula jenazah didudukkan secara lemah lembut dengan posisi miring ke belakang, orang yang memandikan meletakkan tangan kanan di bahu jenazah dengan ibu jarinya pada lekukan tengkuk dan lututnya menahan punggung jenazah. Lalu perut jenazah diurut dengan tangan kiri untuk mengeluarkan kotoran yang mungkin keluar. Kemudian jenazah ditelentangkan dan kedua kemaluannya dibersihkan dengan tangan kiri yang dibalut dengan perca. Setelah perca pembalut tangan diganti, mulut; gigi dan lubang hidungnya juga dibersihkan.
Berikutnya, jenazah diwudhukan seperti wudhu orang hidup. Setelah itu kepalanya, kemudian jenggotnya dibasuh dengan menggunakan sidr, dan dirapikan dengan sisir, dengan memperhatikan agar rambut yang gugur dikembalikan. Setelah itu dibasuh bagian kanan kemudian bagian kirinya badannya, lalu tubuhnya dibaringkan ke kiri dan dibasuh bagian belakang sebelah kanan. Kemudian dibaringkan ke sebelah kanan dan dibasuh pula bagian belakang badannya yang sebelah kiri. Untuk semua ini digunakan air bercampur sidr, setelah itu air bercampur sidr tadi dihilangkan dengan menyiraminya secara merata dengan air bersih. Kemudian sekali lagi disiram dengan air bercampur sedikit kapur.

C.    Mengafani Jenazah
Setelah dimandikan,kewajiban yang harus kita lakukan adalah mengafani. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengafani jenazah yaitu sebagai berikut.
  1. Kain kafan harus dalam keadaan baik,tetapi tidak boleh berlebihan. Tidak dari jenis yang mewah dan mahal harganya.
  2. Kain kafan hendaknya bersih dan kering serta diberi minyak wangi.
  3. Laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain kafan, sedangkan perempuan dengan lima lapis.
  4. Orang yang meninggal dalam ihram,baik ihram haji maupun umrah,tidak boleh diberi wangi-wangian dan tutup kepala.

Cara mengafani jenazah :
a. Hamparkan kain sehelai demi sehelai,
b. Taburkan wangi-wangian tiap helai,
c. Letakkan jenazah di atas kafan dengan pelan-pelan,
d. Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada,
e. Ikatlah dengan kuat yaitu dengan 3,5 atau 7 ikatan.
-Doa menyobek Kain Kafan
ﺍﻠﻠﻬﻡﺍﺠﻌﻝﻠﺑﺎﺴﻪﻋﻦﺍﻠﻛﺮﻴﻡﻮﺍﺩﺨﻟﻪﻴﺎﺍﷲﺘﻌﺎﻠﻰﺒﺭﺤﻣﺗﻚﺍﻠﺟﻧﺔﻴﺎﺍﺭﺤﻢﺍﻠﺭﺤﻣﻳﻦ

D.    Menyhalati Jenazah
a.       Syarat-syarat shalat jenazah
1.      Jenazah sudah dimandikan dan dikafani
2.      Letak jenazah sebelah kiblat dari orang yang menyembahyangi,kecuali bila shalat dilakukan di atas kuburan atau shalat gaib.
3.      Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain,yaitu harus : suci dari hadas dan najis,suci badan tempat dan pakaian,menutup auratnya,dan menghadap kiblat.
b.      Rukun dan cara mengerjakan shalat jenazah
Shalat jenazah tidak dengan ruku’ dan sujud,tidak dengan adzan dan iqamat. Caranya sebagai berikut.
Sesudah berdiri seperti biasanya akan mengerjakan shalat, lalu mengerjakan :
1.      Niat, sengaja mengerjakan shalat atas jenazah dengan 4 takbir, menghadap kiblat,karena Allah.
2.      Setelah membaca niat, talu takbiratul ikhram (mengucapkan “Allaahu Akbar),lalu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri pada perut (sedekap),kemudian membaca surat Fatihah (tidak membaca surat yang lain),setelah membaca Fatihah lalu takbir kedua yaitu mengucapkan “Allaahu Akbar”.
3.      Selesai takbir yang kedua, lalu membaca salawat atas Nabi Muhammad saw.
4.      Setelah takbir yang ketiga, lalu membaca do’a setidak-tidaknya sebagai berikut.
ﺍﻠﻟﻬﻡﺍﻏﻓﺭﻠﮥ(ﻠﻬﺎ)ﻮﺍﺭﺤﻣﮥ(ﻫﺎ)ﻮﻋﺎﻔﮥﻮﺍﻋﻑﻋﻧﮥ
a.       Posisi imam untuk menshalati jenazah laki-laki adalah di samping kepala mayat.
b.      Posisi imam untuk menshalati jenazah perempuan adalah disamping perut mayat.
5.      Setelah selesai takbir keempat, lalu membaca doa sebagai berikut.
ﺍﻟﻠﻬﻢﻻﺗﺤﺮﻣﻨﺎﺍﺟﺮﻩﻭﻻﺗﻔﺘﻨﺎﺑﻌﺪﻩﻭﺍﻏﻔﺮﻟﻨﺎﻭﻟﻪ
6. Kemudian memberi salam.

E.     Menguburkan Jenazah
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penguburan jenazah adalah :
a.       Jenazah segera dikuburkan.
b.      Liang lahat dibuat seukuran jenazah dengan dengan kedalaman kira-kira setinggi orang ditambah setengah lengan,lebar kira-kira 1 meter.
c.       Liang lahat tidak dibongkar dengan binatang buas. Maksud menguburkan jenazah adalah untuk menjaga kehormatan mayat dan menjaga keehatan orang-orang disekitar makam dari bau busuk.
d.      Mayat dipikul dari empat penjuru.
e.       Setelah sampai di tempat pemakaman,jenazah dimasukkan ke liang lahat dengan posisi miring ke kanan dan dihadapkan ke kiblat. Ketika meletakkan jenazah di dalam kubur,kita membaca do’a:
ﺒﺳﻢﺍﷲﻮﻋﻟﻰﻤﻟﺔﺮﺴﻭﻝﷲ
Artinya :
Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah.(H.R.at-Tirmidzi)
f.       Lepaskan tali-tali pengikat,lalu tutup dengan papan,kayu,atau bambu,dan timbun sampai galian liang kubur menjadi rata.
g.      Mendoakan dan memohonkan ampun atas jenazah.

Tata Cara Menguburkan Jenazah :
Dalam penguburan jenazah, kita tidak boleh sembarangan. Kita harus mengetahui tata cara penguburannya. Tata cara tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Waktu Untuk Mengubur Mayat
Mengubur mayat boleh pada siang atau malam hari beberapa sahabat Rasulullah Saw dan keluarga beliau dikubur pada malam hari.
b.      Memperdalam Galian Lubang Kubur
c.       Tentang Liang Lahad
Cara menaruh mayat dalam kubur ada yang ditaruh di tepi lubang sebelah kiblat, kemudian di atasnya ditaruh semacam bata dengan posisi agak condong, supaya nantinya setelah ditimbun mayat tidak langsung tertimpa tanah. Cara ini dalam bahasa Arab disebut lahad.
Ada juga dengan menggali di tengah-tengah dasar lubang kubur, kemudian mayat diletakkan di dalamnya, lalu di atasnya diletakkan semacam bata dengan posisi mendatar untuk penahan tanah timbunan. Cara ini dalam bahasa Arab disebut syaqqu atau dlarhu.
Cara lain ialah menaruh mayat dalam peti dan menanam bersama peti tersebut ke dalam kubur. Atau peti tersebut terlebih dahulu diletakkan dalam keadaan kosong dan terbuka, kemudian setelah mayat dimasukkan ke dalam peti lalu peti itu ditutup lalu ditimbun dengan tanah.
d.      Cara Memasukkan Mayat ke Dalam Lubang Kubur
Cara terbaik ialah dengan mendahulukan memasukkan kepala mayat dari arah kaki kubur, karena demikian menurut sunnah Rasulullah SAW.
e.       Menghadapkan Mayat ke Arah Kiblat
f.       Tentang Mengalas Dasar Kubur
Para ulama mazhab empat berpendapat makruh menaruh hamparan atau bantal di bawah mayat di dalam kubur. Bahkan para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di bawah pipi mayat sebelah kanan setelah dibukakan kain kafannya dari pipi itu ditempelkan langsung ke tanah.
g.      Berdo’a Waktu Menaruh Mayat Dalam Kubur
Pada waktu mayat dimasukkan ke dalam kubur maka dianjurkan supaya membaca do’a:
ﺒﺳﻢﺍﷲﻮﻋﻟﻰﻤﻟﺔﺮﺴﻭﻝﷲ
Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah”.
h.      Menutupi Kubur Mayat Perempuan Pada Waktu Ia Dimasukkan Kedalamnya
i.        Mencurah Kubur Dengan Tanah Tiga Kali
j.        Sunat Menyapu Kubur Dengan Telapak Tangan
k.      Sunat Berdo’a Untuk Mayat Seusai Pemakaman

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apabila seorang muslim meninggal, maka fardhu kifayah atas orang yang hidup menyelenggarakan empat perkara, yaitu:
1. Memandikan mayat
Syarat wajib mandi ialah mayat orang Islam, ada tubuhnya walaupun sedikit, dan mayat itu bukan mati syahid.
2. Mengkafani mayat
Kain kafan sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi seluruh badan mayat. Tetapi sebaiknya tiga lembar untuk laki-laki dan lima lembar untuk perempuan.
3. Menshalatkan mayat
Syarat-syaratnya yaitu:
a. Sebagaimana syarat-syarat shalat lainnya, seperti menutup aurat; suci badan; dll.
b. Dilakukan sesudah mayat dimandikan dan dikafani.
c. Letak mayat di sebelah kiblat orang yang menyalatkan.
Rukun-rukunnya yaitu:
a. Niat,
b. Berdiri jika mampu
c. Takbir empat kali
d. Membaca al-fatihah setelah takbiratul ihram
e. Membaca shlawat atas Nabi sesudah takbir kedua
f. Mendo’akan mayat sesudah takbir ketiga
g. Memberi salam
4. Menguburkan jenazah
Merupakan kewajiban yang terakhir. Dalamnya kubur sekurang-kurangnya sampai kira-kira bau busuk mayat tidak tercium dari atasnya dan tidak dapat dibongkar oleh binatang buas.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami cara-cara dalam penyelenggaraan jenazah baik memandikan,mengafani,menyhalatkan maupun menguburkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmani,Haidir Ali.Risalah Tuntunan Shalat Lengkap.Surabaya:Nuriah.
Haludi,Khuslan,Abdurrohim Said.2007.Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam 2 untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas. Malang : Tiga Serangkai.
Ahjad, Nadjih. 1991. Kitab Janazah. Jakarta: Bulan Bintang
Lead,Makky.2008.[Tanpa Alamat Website]. Indoskripsi Penyelenggaraan Jenazah. (9 Mei 2008)

Makalah Asuransi Syariah
Accounting e-course 3 komentar


BAB I
PENDAHULUAN

Masih segar dalam ingatan kita tentang peristiwa yang menimpa dunia asuransi Indonesia dimana banyak perusahaan asuransi yang digugat pailit oleh nasabah. Prudential Life merupakan contoh paling baru dimana industri yang berlandaskan kepercayaan ini masih bersifat rentan goncangan, setelah sebelumnya peristiwa yang hampir sama menimpa Manulife Indonesia. Banyaknya  peristiwa tersebut seakan menyadarkan kita untuk kembali mengkaji ulang apakah master plan asuransi Indonesia sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika ditengok ulang perkembangan bisnis asuransi di Indonesia, sebenarnya sedikit menunjukkan hal yang cukup menggembirakan dimulai sekitar tahun 2000. Hal tersebut ditandai dengan makin kompleksnya perkembangan industri asuransi umum di Indonesia. 

Banyak indikator yang mendukung fenomena tersebut antara lain : pertama, jumlah
perusahaan asuransi semakin banyak. Dari tahun ke tahun, semakin banyak pendirian
perusahaan asuransi baru, baik swasta  nasional maupun perusahaan patungan. Sampai dengan akhir Desember 1999, telah mencapai 109 perusahaan asuransi umum, dan kemungkinan masih akan bertambah lagi dengan adanya permohonan pendirian perusahaan asuransi umum kepada Departemen Keuangan. Disamping itu ada tendensi semakin banyaknya perusahaan, baik yang  baru maupun yang sudah beroperasi, yang berafiliasi pada kelompok-kelompok usaha yang besar.  Jumlah perusahaan asuransi yang semakin banyak ini, tidak diimbangi jumlah tenaga profesional asuransi yang memadai, sehingga tingkat profesionalisme menjadi  rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan yang semakin ketat dan munculnya praktik-praktik tidak terpuji di pasar asuransi. Kedua, peranan pialang (broker) asuransi semakin aktif. Semakin aktif serta besarnya peranan pialang asuransi yang kadang-kadang juga berperan sebagai pialang reasuransi, menyebabkan terjadinya persaingan suku premi yang makin tajam dalam berbagai jenis asuransi, baik secara  terbuka maupun terselubung. Ketiga, perusahaan asuransi banyak yang berperan sebagai  fronting company. Terdapat kecenderungan semakin banyaknya perusahaan asuransi umum yang bertindak sebagai fronting company untuk bisnis asuransi yang berorientasi pada perusahaan multinasional. Hal ini terutama dilakukan oleh pialang asuransi patungan atau perusahaan asuransi patungan. keempat, perubahan pasar reasuransi internasional. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam pasar reasuransi internasional telah memberikan pengaruh pada suku premi berbagai jenis pertanggungan. Yang banyak memberikan pengaruh adalah pasar reasuransi utama seperti di Eropa dan Singapura. Kelima, "pasar asuransi bebas" (free market) yang terbatas. Tendensi semakin banyaknya perusahaan asuransi maupun perusahaan reasuransi luar negeri untuk beroperasi dalam bisnis perasuransian di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, menyebabkan pasar asuransi semakin kompetitif. Namun satu hal yang mungkin agak dilupakan terkait dengan industri asuransi umum di Indonesia adalah keunikan pasar asuransi Indonesia. Pasar asuransi Indonesia memiliki sifat unik karena bersifat captive atau pasar eksklusif  dimana pasar hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan milik kelompok tertentu. Dan hebatnya lagi pangsa pasar milik kelompok tertentu mencapai hampir 50-60% dari keseluruhan pasar dan hanya menyisakan kurang lebih 40% pasar bebas. Namun akhir-akhir ini mulai muncul kesadaran dari pemerintah untuk mulai membuka kran yang selama ini hanya dikuasai oleh segelintir kelompok tertentu. Jika  dikembalikan pada kaidah ekonomi murni.

Pemusatan industri pada segelintir orang ini memang berbahaya karena akan membuat pasar menjadi terkonsentrasi dan makin mengarah pada bentuk oligopoli pasar yang nantinya akan menghasilkan produk yang tidak efisien dan kurang berdaya saing.

Tantangan yang dihadapi oleh dunia  asuransi Indonesia makin menguat dengan banyaknya serbuan asuransi asing sebagai dampak langsung globalisasi. Di era mendatang atau dikenal sebagai era globalisasi, perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi Indonesia selain menghadapi "serbuan" dari perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi asing yang memiliki permodalan yang kuat, serta teknologi dan sumber daya manusia yang handal, juga berpeluang  untuk beroperasi mengembangkan bisnis asuransi  dan reasuransi di negara-negara lain. Menghadapi kondisi mendatang yang begitu berat, industri asuransi Indonesia harus segera meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitifnya, jika pasarnya tidak ingin diambil oleh pihak  lain. Peningkatan keunggulan ini juga harus dilakukan bila perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi nasional juga ingin ikut merebut peluang dalam menggarap lahan bisnis asuransi di mancanegara, khususnya di Asia Pasifik.  Namun melihat realitas yang marak terjadi akhir-akhir ini mungkin hal tersebut masih tetap menjadi impian semata mengingat kondisi asuransi Indonesia masih belum banyak berubah. 












BAB II
PERMASALAHAN
Kajian dalam makalah ini diarahkan untuk memberi jawaban atas permasalahan atau pertanyaan seperti yang tertera di bawah ini:

Apa yang menyebabkan asuransi syari;ah lebih baik dibandingkan asuransi konvensional? ’’




















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Latar belakang
Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada jaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf  bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik. (Ali, 2004:65. kitab suci al- Qur’an QS, yusuf : 42-49).
Dengan demikian pada masa 7 tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri. • Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
• Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
Dalam masyarakat primitif, orang hidup bersama dalam keluarga besar atau suku dimana kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi dan dilindungi melalui kerjasama dan saling membantu. Oleh karena itu mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena semua resiko sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat.
Pada waktu keluarga atau suku berubah menjadi kehidupan yang berpindah-pindah secara teori keluarga tersebut mulai
menghadapi berbagai macam bahaya tanpa adanya perlindungan dari keluarga maupun sukunya.  Saat itulah mulai dirasakan perlunya perlindungan terhadap ancaman tersebut sebagai unsur awal munculnya asuransi. 

B.     Pengertian Asuransi
Definisi Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima  premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu  peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran  yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

C.     Konsep Sederhana Tentang Asuransi
Suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang biasa tertimpa kerugian guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian akan disebarkan ke seluruh kelompok.

D.   Tujuan Asuransi
Beberapa tujuan dari Asuransi adalah sebagai berikut:
Ø  Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak. 
Ø  Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya. 
Ø  Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti. 
Ø  Dasar bagi pihak bank untuk memberikan  kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang. 
Ø  Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa. 
Ø  Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja) 

E.     Asuransi dalam dunia Arab
Al-Aqilah yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah seorang dari anggota suatu suku terbunuh oleh anggota satu suku yang lain, maka pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai konpensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana (al-kanzu) yang diperuntukkan membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak disengaja.Dari sinilah asal muasal asuransi mutual mulai terbentuk. Meskipun bentuk asuransi mutual ini merupakan bentuk asuransi paling primitif namun jika dibandingkan dengan asuransi modern akan terdapat eberapa perbedaan pokok.
Dasar-dasar asuransi mutual adalah anggota baik secara individu maupun secara bersama-sama sebagai penanggung sekaligus tertanggung. Ditinjau dari sifat organisasinya, tidak ada maksud-maksud mencari keuntungan juga tidak ada maksud
eksploitasi memperkaya salah satu pihak dengan memeras yang lain. Ada perbedaan yang sangat mendasar antara asuransi mutual dengan asuransi modern. Asuransi komersial mengandung semua unsur kejahatan kapitalis seperti eksploitasi, berorientasi keuntungan,berusaha memperkaya diri dengan memeras orang lain dan sebagainya.
Lebih dari itu asuransi modern merubah resiko yang akan datang yang tidak dapat diperhitungkan menjadi harga pas dan kemudian mentransfernya yang mestinya dibagi antar anggota untuk membayar kerugian sehingga menjadi bentuk perjudian dan taruhan. Sementara itu dalam asuransi mutual kerugian yang ditanggung bersama seluruh anggota didasarkan pada prinsip kerjasama kemanusiaan, saling  memikul beban orang lain.
Dalam sebuah riwayat digambarkan:

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)

"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim)
F.    Kenapa asuransi konvensional sangat rentan?
Karena dirasa sudah melenceng jauh dari prinsip awal tentang asuransi mutual, banyak pihak dari kalangan Muslim yang merasa keberatan dengan praktek asuransi modern. Kontrak asuransi ditolak oleh ulama atau kalangan terpelajar Islam dengan berbagai alasan antara lain :
1. Asuransi modern merupakan kontrak perjudian
2. Asuransi hanyalah pertaruhan
3. Asuransi bersifat tidak pasti
4. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha dilakukan untuk mengganti kehendak Tuhan
5. Dalam asuransi jiwa jumlah premi tidak tentu, karena peserta asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia meninggal
6. Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan oleh peserta asuransi dalam surat berharga berbunga. Dalam hal asuransi jiwa si peserta asuransi atas kematiannya berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari jumlah yang telah dibayarkannya yang merupakan riba
7. Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba yang hukumnya haram. Jadi karena berbagai alasan itulah para ulama dengan tegas menyatakan perang terhadap
prkatek asuransi modern. Para tokoh yang termasuk kontra asuransi modern antara lain : Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhii al-Muth’i (Muslehuddin, Muhammad).
Ditengah derasnya hujatan terhadap praktek asuransi modern ternyata ada beberapa ulama yang justru mendukung pelaksanaan asuransi modern. Para ulama yang pro tehadap asuransi modern tersebut berpendapat :
1. Asuransi bukan perjudian juga bukan pertaruhan karena didasarkan pada mutualitas (kebersamaan) dan kerja sama. Perjudian adalah suatu permainan keberuntungan dan karenanya merusak masyarakat. Asuransi adalah suatu anugerah bagi umat manusia, karena ia melindungi mereka dari bahaya yang mengancam jiwa dan harta mereka dan memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri.
2 . Ketidakpastian dalam transaksi dilarang dalam Islam karena menyebabkan
perselisihan. Jelas dari ucapan Nabi saw bahwa kontrak penjualan dilarang bila
penjual tidak sanggup menyerahkan barang yang dijanjikan kepada pembeli karena
sifatnya yang tidak tentu. Kontrak asuransi adalah salah satu ganti rugi yang sesuai
dengan hukum Islam, karena telah diketahui jumlah hartanya.
3. Asuransi jiwa bukan alat untuk menolak kekuasaan Tuhan atau menggantikan
kehendak-Nya, karena asuransi ini tidak menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi
tapi sebaliknya mengganti kerugian kepada peserta asuransi terhadap akibat-akibat
dari suatu peristiwa atau resiko yang sudah ditentukan. Gerakan kooperatiflah yang
mengurangi kerugian akibat peristiwa tertentu dan itu didukung oleh ayat Al Quran
:”Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa dan
janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
4. Keberatan mengenai tidak tentunya asuransi jiwa dalam arti bahwa peserta suransi
tidak mengetahui berapa banyak jumlah cicilan yang dibayarnya sampai kematiannya
adalah tidak beralasan.
5. Keberatan mengenai riba dalam asuransi tak berguna sebab asuransi membolehkan
peserta asuransi untuk tidak menerima lebih dari yang telah dibayarnya.
Itulah secara ringkas pendapat dari pihak ulama yang pro terhadap praktek asuransi
modern.
 Mereka juga menambahkan bahwasannya secara tidak langsung kontrak
bantuan(‘aqd al-muwalat) dalam Islam serupa dengan asuransi kewajiban. Para tokoh
yang setuju dengan asuransi modern antara lain : Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa,  Abd Rakhman Isa.
Begitulah seiring dengan perjalanan waktu perdebatan antara kaum pro dan kontra asuransi terus berlangsung. Ditengah perdebatan sengit tersebut kemudian muncul kaum yang moderat dalam arti mereka tidak langsung menolak asuransi modern namun juga tidak langsung membenarkan. Kaum ini berpendapat bahwa :
1. Asuransi kendaraan untuk perbaikannya tidak dilarang namun asuransi jiwa adalah
semacam perjudian karena tidak ada pembenaran bagi seseorang yang memberikan
hanya sebagian dari suatu jumlah untuk berhak mendapat seluruhnya jika ia
meninggal(riba).
2. Sistem asuransi adalah haram jika dilandasarkan pada riba. Jelas ada unsur ketidak
pastiandan kekacau-balauan dalam asuransi yang seringkali mengakibatkan kerugian
bagi individu dan keuntungan yang banyak bagi perusahaan. 3. Asuransi dalam segalan jenisnya adalah contoh kerja sama dan berguna bagi
masyarakat. 
Berdasar pandangan dari golongan ketiga inilah kemudian muncul pendapat bahwa
asuransi sosial diperbolehkan akan tetapi asuransi komersial adalah haram hukumnya.
Pendapat ketiga ini di anut antara lain oleh :Muhammda Abdu Zahrah,
G.   .Asuransi Menurut Islam
v  Dasar Hukum : 
• Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
• Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
• Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.

v  Prinsip Asuransi Menurut Islam :
• Dibangun atas dasar kerjasama (taawun)
• Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah
• Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
• Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
• Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia
diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah. 
• Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
H.    Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
·         Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah
yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli(jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
• Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).Sedangkan pada asuransi konvensional investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
 Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan
hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut. 
• Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’(dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan
untuk keperluan tolong menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional dan apembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan. 
• Keuntungan investasi di bagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan
perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim
nasabah tak memperoleh apa-apa.
• Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional maka hal itu tidak mendapat perhatian.

Perbandingan antara asuransi konvensional dan syariah jika dilihat dari beberapa hal yang paling mendasar, yaitu:[1]
1.      Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan sustu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serat kebijakan investasi supaya senantaisa sejalan dengan syariat islam.
2.      Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tabaduli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
3.      Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
4.      Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuhbuntuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
5.      Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
6.      Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:
Keterangan
Asuransi Syari’ah
Asuransi Konvensional
Pengawasan Dewan Syari’ah
Adanya Deawan Pengawas Syriah. Fungsinya mengawasi produk yang dipasarkan dan investasi dana.
Tidak ada.
Akad
Tolong-menolong (takaful)
Jual beli
Invetasi dana
Investasi dana berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
Investasi dana berdasarkan bunga.
Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta. Perusahaan hanya memegang amanah untuk mengelola.
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan investasinya.
Pembayaran klaim
Dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah.
Dari rekening dana perusahaan.
Keuntungan (profit)
Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil (mudharabah)
Seluruhnya menjadi milik peusahaan

Mekanisme Pengelolaan Dana Syariah
a.       Takaful Keluarga
Pengelolaan dana asuransi syariah pada Takaful Keluarga, terdapat dua macam sistem yang dipakai, yaitu sistem pengelolaan dana dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan. Untuk aktivitas asuransi syariah Takaful Keluarga yang tanpa unsur tabungan, mekanisme operasional pengelolaan dananya sama saja dengan mekanisme operasional Takaful Umum, sebagaimana akan diterangkan kemudian. Sedangkan mekanisme operasional pengelolaan dana pada Asuransi Takaful Keluarga dengan unsur tabungan adalah seperti gambaran dibawah ini.
Setiap premi takaful yang telah di terima akan dimasukkan kedalam:[2]
1.      Rekening tabungan, yaitu rekening tabungan peserta.
2.      Rekening khusus/tabarru’, yaitu rekening yang diniatkan  derma dan digunakan untuk membayar klaim (manfaat takaful) kepada ahli waris, apabila diantara peserta yang ditakdirkan meninggal dunia atau mengalami musibah lainnya.
Premi takaful akan disatukan kedalam “kumpulan dana peserta” yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan syariah. Keuntungan yag diperoleh dari investasi itu akan dibagikan sesuai dengan perjanjian mudharabah yang telah disepakati bersama, misalnya 70% dari keuntungan untuk peserta dan 30% untuk perusahaan takaful.
Atas bagian keuntungan milik peserta (70%) akan ditambahkan kedalam rekening tabungan dan rekening khusus secara proporsional. Rekening tabungan akan dibayarkan apabila pertanggungan berakhir atau mengundurkan diri dalam masa pertanggungan. Sedangkan rekening khusus akan dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan atau pertanggungan berakhir (jika ada). Sedangkan bagian keuntungan  milik perusahaan (30%) akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan.
Pengelolaan dana premi takaful keluarga dapat dilihat pada gambar berikut.[3]






Gambar
Bagian Pengelola Dana Premi Takaful Keluarga dengan Unsur Tabungan


Text Box: Keuntungan Perusahaan
 

           
 



Text Box: InvestasiText Box: Hasil Investasi 
 











c.Takaful Umum
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan kedalam  rekaning khusus yaitu rekening yang diniatkan derma/tabarru’ dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah atas harta benda atau peserta itu sendiri.
Premi takaful akan dikelompokkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk kemudian diinvestasikan ke dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan investasinyang diperoleh akan dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta untuk kemudian dikurangi “beban asuransi” (klaim, premi asuransi). Bila terdapat kelebihan sisa akan dibagikan menurut prinsip mudharabah. Bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya. Sedangkan bagian keuntungan yang diterima perusahaan akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan. Pengelolaan dana premi takaful umum dapat dilihat pada gambar berikut: [4]









Rounded Rectangle: Keuntungan perusahaan
 

           








 




Hubungan mudharabah







3.      Manfaat Asuransi Syari’ah
a.       Takaful Keluarga
Pada takaful keluarga ada tiga skenario manfaat yang diterima oleh peserta, yaitu klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta takaful apabila:
1.      Peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan (sebelum jatuh tempo), dalam hal ini maka ahli warisnya akan menerima:
a.       Pembayaran klaim sebesar jumlah angsuran yang telah disetorkan dalam rekening peserta ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi.
b.      Sisa saldo angsuran premi yang seharusnya dilunasi dihitung dari tanggal meninggalnya sampai dengan saat selesai masa pertanggungannya. Dana untuk maksud ini diambil dari rekening khusus/tabarru’ para peserta yang memang disediakan untuk itu.
2.      Peserta masih hidup sampai pada selesainya masa pertanggungan. Dalam hal ini peserta yang bersangkutan akan menerima:
a.       Seluruh angsuran premi yang telah disetorkan kedalam rekening peserta, ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi.
b.      Kelebihan dari rekening khusus/tabarru’ peserta apabila setelah dikurangi biaya operasional perusahaan dan pembayaran klaim masih ada kelebihan.
3.      Peserta mengundurkan diri sebelum masa pertanggungan selesai. Dalam hal ini peserta yang bersangkutan tetap akan menerima seluruh angsuran premi yang telah disetorkan ke dalam rekening peserta, ditambah dengan bagian dari hasil keuntunga investasi.

b.Takaful Umum
Klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta yang mengalami musibah yang menimbulkan kerugian harta bendanya sesuai dengan perhitungan kerugian yang wajar. Dana pembayaran klaim takaful diambil dari kumpulan pembayaran premi peserta. 
Baik pada takaful keluarga maupun takaful umum keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi dana rekening peserta pada takaful keluarga dan dana kumpulan premi setelah dikurangi biaya operasional perusahaan pada takaful umum, dibagikan kepada perusahaan dan para peserta takaful sesuai dengan prinsip mudharabah dengan porsi pembagian yang telah disepakati sebelumnya.

I.       Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia
*      Landasan operasional asuransi syariah di indonesia
Keberadaan asuransi syariah di Indonesia secara konstitusi masih sangatlah lemah dan masih perlu adanya political will(kebijakan politik) yang mendukung dari pemerintah Indonesia saat ini.Ini terlihat dengan belum adanya peraturan setingkat undang-undang yang secara khusus mengatur tentang asuransi syariah di Indonesia.Sampai saat ini persiapan untuk memberikan paying yang kuat terhadap asuransi syariah di Indonesia sedang di perjuangkan oleh beberapa perwakilan umat islam yang ada di DPR , yaitu masih ada tataran rancangan undang-undang(RUU) asuransi syariah.
Secara struktual , landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum(konvensial).Dan baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada surat Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan No.kep.4499/LK/2000 tentang jenis, Penilaian dan pembatasan investasi.
*      Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan System Syariah.
Sesuai dengan SK DJLK di atas maka jenis-jenis investasi sebagai perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan system syariah adalah sebagai berikut:
a.       Deposito dan sertifikat deposito syariah
b.      Sertifikat wadi’ah Bank Indonesia
c.       Saham syariah yang tercatat di bursa efek
d.      Obligasi syariah yang tercatat di bursa efek
e.       Surat berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin pemerintah
f.       Unit penyertaan reksadana syariah
g.      Penyertaan langssung syariah
h.      Bangunan atau tanah dengan bangunan untuk investasi
i.        Pembiayaan kepemilikan tanah atau bangunan,kendaraan bermotor,dan barang modal dengan skema murabahah
j.        Pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah
k.      Pinjaman polis [5]
Adapun secara stratifikasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang usaha perasuransian dan perusahaan reasuransi serta tentang perizinan dan penyelenggarakan usaha perusahaan penunjang usaha asuransi dapat dituliskan sebagai berikut :
a.       Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang usaha oerasuransian
b.      Peraturan pemerintah No.73 tahun 1992 tentang penyelanggaraan usaha perasuransian
c.       Peraturan pemerintahan No.63 tahun 1999 tentang perubahan atas PP No.73 tahun 1992
d.      Keputusan menteri keuangan No.225/KMK.017/1993 Tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
e.       Keputusan Menteri keuangan No.225/KMK.017/1993 tentang Penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
f.       Keputusan Menteri keuangan no.481/KMK.017/1999 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
g.      Keputusan Menteri keuangan no.226/KMK.017/1993 tentang perizinan dan penyelenggaraan usaha perusahaan penunjang usaha asuransi
h.      Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan No.Kep.4499/LK/2000 tentang jenis ,Penilaian dan pembatasan investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan system syariah [6]

Dari paparan di atas terlihat dengan jelas bahwa kekuatan hokum yang selama ini memayungi usaha perasurasian berdasarkan syariah belum begitu kuat dan hanya sebatas surat Keputusan Direktur Lembaga Keuangan ,pejabat pemerintah di bawah Menteri Keuangan Republik Indonesia.Sebuah fenomena yang sangat luar biasa dan perlu dukungan luas oleh semua pihak.Jika tidak ada niat yang baik dari pemegang pemerintahan sekarang,niscaya keberadaan asuransi syariah sudah tidak di beri tempat dalam perkembangan nya di tanah airindonesia.Sebab,kalau memegang pemerintah sekarang secara tegas menerapkan peraturan undang-undang No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, Maka usaha peransurasian syariah di Indonesia di anggap illegal dan tidak mempunyai dasar hokum yang kuat. Sebagai konsekuensinya pemerintah sekarang dapat saja menutup usaha peransuransian syariah.Tetapi hal ini tidaklah di lakukan oleh pemerintah sekarang,bahkan sebaliknya member dukungan yang luas terhadap adanya asuransi syariah di Indonesia dengan menggagas rancangan undang-undang (RUU) tentang perubahan atas UU No.2 tahun 1992 tentang usaha peransurasian.
Firdaus DJaelani adalah salah satu pejabat di Departemen Keuangan Republik Indonesia waktu itu yang getol memperjuangkan adanya asuransi syariah di Indonesia.Salah satu masuknya yang perlu diatur dalam rancangan peraturan asuransi mendatang adalah :
a.Pendirian perusahaan asuransi syariah baru
b.Konverensi perusahaan asuransi konvensional menjadi perusahaan asuransi dengan prinsip syariah
c.Pendirian kantor cabang syariah dari suatu perusahaan asuransi konvensional
d.Konvensi suatu kantor cabang konvensional menjadi kantor cabang dengan prinsip syariah
e.Sistem akuntansi syariah  
Sebagai antisipasi dari hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Dewan Syarih Nasional (DSN)-nya telah mengeluarkan fatwanya yang brnomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asurasi syariah yang secara umum member penjelasan sebagai berikut:
a.Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
b.Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (a) adalah yang tidak mengandung unsure gharar(penipuan),maysir(perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat.
c.Akad tijrah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial
d.Akad tabarru’ adalah semua bentuk ajad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong ,bukan semata-mata untuk tujuan komersial.
e.Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
f.Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. [7]

v  PRODUK-PRODUK ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA
            Produk asuransi syariah dipahami sebagai suatu model jaminan (proteksi) yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan assuransi syariah untuk ditawarkan kepada masyarakat luas agar ikut serta berperan sebagai anggota (peserta) dari sebuah perkumpulan pertanggungan yang secara materi mendapat keamanan bersama.
            Sedang proses marketing yang terjadi pada perusahaan asuransi syariah , seharusnya tidak hanya bertumpu pada penjualan terhadap produk-produk yang dikeluarkan oleh perusahaan tetapi lebih berorientasi pada penawaran keikutsertaan untuk saling menanggung (takafulli) pada suatu peristiwa yang belum terjadi dalam jangka waktu tertentu.Sehingga uang yang disetor oleh nasabah asuransi syariah merupakan dana tabarru’ yang sengaja diniatkan untuk melindungi dia dan nasabah lainnya dalam menghadapi peristiwa asuransi.
Prinsip diatas sangatlah mendasar karena berkaitan dengan akad yang dipakai dalam asuransi syariah .Lain halnya dengan perusahaan asuransi konvensional , yang operasionalnya memakai prosedur akad jual beli (tabadduli), yaitu dengan memposisikan calon nasabah asuransi sebagai pembeli produk yang dikeluarkan oleh perusahaan, bukan sebagai peserta yanag mempunyai kewajiban untuk saling menanggung secara bersama.
Adapun produk asuransi syariah yang sering dipakai dalam operasional sebuah perusahaan asuransi syariah secara garis besar dapat dipilih menjadi dua , yaitu :
a.Produk asuransi syariah dengan unsur saving
b.Pruduk asuransi syariah nonsaving
            Produk asuransi dengan unsur saving adalah sebuah produk asuransi yang di dalamnya menggunakan dua buah rekening dalam setiapa pembayaran premi, yaitu rekening untuk dana tabarru (sosial0 dan rekening untuk dana saving (tabungan).Adapun status kepemilikan dana pada rekening saving masih menjadi milik peserta (anggota) bukan menjadi milik perusahaan asuransi ,perusahaan hanya berfungsi sebagai embaga pengelola.Karena dana tersebut masih menjadi milik peserta asuransi,maka tatkala peserta asuransi berkeinginan untuk menarik dana itu, pihak perusahaan tidak ada dalih untuk menolaknya.
            Rekening tabungan pada produk yang menggunakan unsur saving adalah  kumpulan dana yang merupakan milik peserta dan dibayarkan bila:
a.Perjanjian berakhir
b.Peserta mengundurkan diri
c.Peserta meninggal dunia
Adapun rekening tabarru (khusus) adalah rekening yang berisi kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai derma untuk tujuan saling membantu dan dibayarkan bila :
a.Peserta meninggal dunia
b.Perjanjian berakhir,jika ada surplus dana
Adapun produk asuransi nonsaving adalah kumpulan dana dari peserta yang setelah dikurangi biaya pengelolaan dimasukkan ke dalam rekening khusus (tabarru atau rekening dana social).Kumpulan dana peserta diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah.Hasil investasi dimasukkan kedalam dana peserta kemudian dikurangi dengan beban asuransi(klaim dan premi asuransi).Surplus kumpulan dana peserta dibagikan dengan sistem bagi hasil (almudharabah) 40% peserta dan 60% perusahaan.
Perbedaan antara produk asuransi syariah dengan saving dan nonsaving terletak pada perutukkan kumpulan dana dari peserta.Kalau produk asuransi syariah nonsaving, dana yang terkumpul betul-betul diarahkan dan diniatkan untuk kepentingan bersama dan untuk saling membantu diantara peserta asuransi yang mengalami musibah.Sedang produk asuransi syariah dengan saving , dana peserta yang terkumpul disamping untuk rekening tabarru’ (social) juga didistribusikan pada rekening tabungan.
Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun 2001 baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998.

Seiring dengan perkembangan ke arah stabilitas politik dan ekonomi, dengan jumlah penduduk lebih dari 180 juta jiwa, Indonesia merupakan salah satu portofolio investasi yang mulai kembali dilirik oleh para investor mancanegara. Kenyataan bahwa sekitar 90% penduduk beragama Islam dan bahwa kesadaran untuk mengekspresikan identitas kemuslimannya semakin meningkat, telah menjadi potensi pasar yang besar.[8] Sebagai contoh, usaha di bidang makanan dan minuman berlabel halal, pakaian dan aksesoris muslim dan muslimah, perjalanan haji dan umroh, pendidikan dan publikasi islami, meningkat dengan pesat dalam kurun waktu 15 tahun terakhir ini. Di lain pihak, sebagian umat Islam memerlukan jaminan bahwa segala interaksi muamalah yang dilakukannya dalam upa[9]ya mencapai kesejahteraannya, sesuai dengan syariah. Kebutuhan akan lembaga keuangan islami bertambah kuat seiring dengan berkembangnya sektor industri jasa keuangan secara umum. Untuk memenuhi permintaan umat tersebut, diperlukan lebih banyak bank dan asuransi syariah. Kehadiran lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya dapat memacu persaingan yang sehat, yang akan meningkatkan kualitas produk dan pelayanan.
Agus Haryadi menyebutkan ada beberapa aspek yang dapat menjadi peluang, ancaman (tantangan), kekuatan dan kelemahan dalam memperluas jaringan bisnis asuransi syariah di Indonesia. Penjelasan selengkapnya sebagai berikut., 5
A.        Peluang
Beberapa faktor yang merupakan peluang dan mendukung prospek asuransi syariah adalah:
1.      Keunggulan konsep asuransi syariah dapat memenuhi peningkatan tuntutan “fairness” atau rasa keadilan dari masyarakat.
2.      Jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia lebih dari 180 juta orang.
3.      Meningkatnya kesadaran untuk bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat golongan menengah.
4.      Meningkatnya kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi umat.
5.      Tumbuhnya lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya seperti bank dan reksadana.
6.      Kompetitor dalam bisnis asuransi syariah ini masih sedikit.
7.      Berlakunya undang-undang otonomi syariah yang akan memacu perkembangan ekonomi daerah.
8.      Kebutuhan meningkatkan pendidikan (anak).
9.      Meningkatnya risiko kehidupan.
10.  Meningkatnya bea-bea kesehatan (harga obat, dll).
11.  Menurunnya rasa “tolong-menolong” di masyarakat (tidak membudaya lagi).
12.  Globalisasi (teknologi internet sebagai penunjang bisnis).
13.  Adanya UU Dana Pensiun.
14.  Employee Benefits” sebagai bagian dari paket perusahaan dalam rekrutmen karyawan.
B.        Ancaman Atau Tantangan
Sedangkan faktor yang masih merupakanancaman atau tantangan bagi perkembangan asuransi syariah di Indonesia adalah:
1.      Globalisasi, masuknya asuransi luar negri yang memiliki kapital besar dan teknologi yang lebih tinggi sehingga membuat premi asuransi yang lebih murah.
2.      Asuransi konvensional dan lembaga keuangan lainnya yang lebih efisien.
3.      Langkanya ketersediaan SDM yang “qualified” dan memiliki semangat syariah.
4.      Citra lembaga keuangan syariah belum mapan di mata masyarakat, padahal ekspektasi masyarakat terhadap LKS sangat tinggi.
5.      Sarana investasi syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk mendukung perkembangan asuransi syariah.
6.      Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur asuransi syariah.
7.      Budaya suap dan kolusi dalam asuransi kumpulan (group insurance) masih kental.
8.      Alokasi pengeluaran masyarakat untuk asuransi masih sangat terbatas, hal ini tampaknya berkaitan dengan masalah sosialisasi asuransi dan pengalaman berasuransi.
C.        Kekuatan
Dalam upaya pengembangan operator asuransi syariah baru di Indonesia, yang dapat menjadi kekuatan positif adalah sebagai berikut:
1.      Tenaga kerja profesional/sumber daya manusia inti yang kompeten dan memiliki integritas moral dan ghirah Islam, yang berada dalam sebuah teamwork yang solid.
2.      Pemegang saham yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
3.      Kelompok pemegang saham mampu mengusahakan “captive market” awal.
4.      Kelompok pemegang saham diharapkan memiliki potensi ‘network’ yang bisa diintegrasikan dengan sistem yang dimiliki ‘professional teamwork’.
5.      Kelompok pemegang saham diharapkan memiliki infrastruktur teknologi dan potensi tenaga ahli (misalnya: fund manager).
6.      Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang memenuhi syarat syariah mampu memberi rasa aman kepada peserta asuransi syariah, selain unsur duniawi semata.
7.      Adanya unsur dakwah.
8.      Produk asuransi bersifat transparan (berkeadilan).
D.        Kelemahan
Namun demikian, sistem asuransi syariah dan ‘core team’ asuransi syariah baru ini memiliki beberapa kelemahan yang masih dalam tahap peningkatan, yaitu:
1.      SDM pendukung (lapisan kedua, dst) belum banyak memahami bisnis syariah.
2.      Dalam hal pemasaran, alternatif distribusi relatif masih terbatas dibanding pola konvensional.
3.      Kompleksitas dalam administrasi syariah (misalnya: perhitungan bagi hasil dan tingkat hasil investasi) memerlukan dukungan sistem yang andal.
4.      Permodalan yang terbatas akan mempengaruhi:
a. Sistem/teknologi pendukung manajemen
b. Strategi bisnis
c. Ketersediaan infrastruktur (internal, external, customer, support, dll).
5.      Apabila pemegang saham kurang menghargai pentingnya investasi di bidang IT sebagai “modeling tools” dan “administrasi tools”.
6.      Pengalaman langsung/penerapan model terhadap bisnis riil belum cukup (baru pada tahap teoritis).
7.      Lemahnya “publik relations” untuk mengkomunikasikan keunggulan LKS (idealnya beralih dari “short-term/hit and run marketing) menjadi “long-term marketing/ customer relationship”).
Di samping aspek-aspek yang berkenaan dengan SWOT bagi keberadaan asuransi syariah di Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Agus Haryadi diatas, penulis melihat bahwa keberadaan asuransi syariah di Indonesia dewasa ini lebih banyak mengikuti peraturan yang tercantum dalam UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Secara Umum dan belum mempunyai payung hukum yang kuat sebagai acuan dalam menjalankan operasional sebuah perusahaan asuransi syariah
Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah
-Instrumen tidak dikenal masyarakat luas
-Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi menyulitkan
-Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen investasi seperti surat berharga
-Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti perbankan syariah
Peluang pengembangan Asuransi Syariah
-Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam
-Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk pengamanan aset dan transaksi perbankan 
-Peluang pengembangan Asuransi Syariah.
Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan Asuransi Syariah adalah ditetapkannnya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi syariah.  















BAB IV
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut di atas, kami bisa mengambil kesimpulan bahwa mandeknya asuransi konvensional,salah satu penyebabanya adalah akibat telah melencengnya tujuan asuransi itu dari tujuan semula.
Bila dibandingkan dengan asuransi konvensional, asuransi Islam lebih transparan, jelas, dan pasti hukumnya. Dan juga sesuatu yang berlandaskan syariah umumnya tahan terhadap gejolak ekonomi.

B.     Saran
Dengan telah disusunnya makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca agar asuransi syariah di Indonesia bisa lebih diterima oleh masyarakat dan dimplementasikan seuai dengan kaidah-kaidah yang menjadi dasar dari akuntansi syari’ah. Kritik dan saran dari pembaca sangat pneulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.









DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi Ahmad Abdul Karim, 1999, Sistem,
Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, edisi terjemahan, Pustaka Setia, Bandung.

Achsien, Iggi H, 2003, Investasi Syariah di Pasar Modal, Menggagas Konsep dan
Praktek Manajemen Portofolio Syariah, Gramedia, Jakarta.

Astiwara, Endy M, 2001, Perbedaan Secara Syariah Asuransi Takaful Dengan
Asuransi Konvensional, Muamalatuna Vol. I/Edisi I/Th. I/25 Mei 20014. Mannan, M.A, 1992, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, edisi revisi, PT
Intermasa, Jakarta.

 Muslehuddin, Muhammad, 1999, Menggugat Asuransi Modern, Lentera, Jakarta.

Rahman, Afzalur, 2003, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 4, edisi lisensi, Dana Bhakti
Waqaf, Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian.



[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustarasi, cet 1, (Yogyakarta: Penerbit Ekonisia,2003), hlm. 104
[2] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustarasi, cet 1, (Yogyakarta: Penerbit Ekonisia,2003), hlm. 104
[3] Antonio, M. Syarfi’I, Riba Dalam Perspektif Syari’ah dan Agama Islam, hlm.153
[4] Antonio, M. Syarfi’I, Riba Dalam Perspektif Syari’ah dan Agama Islam, hlm.154
[5] Ali AM.Hasan,MA , Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta:Prenada Media,2004)hal 155
[6] Ali AM.Hasan,MA , Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta:Prenada Media,2004)hal156
[7] Ali AM.Hasan,MA , Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta:Prenada Media,2004)hal159
[8] Agus Haryadi, Republika, Prospek Bisnis Asuransi Syariah Takaful, 14 Februari 2000.