Selasa, 10 Januari 2012

Struktur Pasar Industri Musik itu seperti apa sich?
Hendi Dwi IstantoSelasa, 10 Januari 2012 0 komentar

di copas dari ekonomgila.blogspot.com dg judul Struktur Pasar Industri Musik
Oleh: Sandy Juli Maulana*)

Sejak liberalisasi mulai dicanangkan serta digugat di negara ini, liberalisasi dalam hal industri permusikan tanah air sudah berjalan sangat lama. Sejak dahulu hingga sekarang kita menjadi konsumen dari produk musik domestik dan produk musik mancanegara. Sekarang kita mengenal berbagai aliran musik yang menunjukan preferensi dari negara barat ataupun yang sungguh menggema akhir-akhir ini, Korea dan Jepang.

Ketika seorang yang menjadi penikmat musik ditanya mengenai preferensinya tentang produk musik, mereka akan cenderung menjawab dengan berbagai alasan yang tidak jelas. Mulai dari musik luar yang lebih keren, player yang lebih ganteng, lebih ber-skill, lebih berkualitas, lebih gaul, bahkan ada yang mengatakan hanya suka saja. Itulah yang di dalam analisis ekonomi disebut preferensi individu terhadap suatu barang. Di sisi lain, banyak orang yang mencintai musik domestik karena menurut mereka lebih mencintai budaya dalam negeri, lebih enak didengar, bahkan masih ada yang setia dengan musik-musik tradisional. Lantas mengapa sulit bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dunia musik Indonesia dan dunia? Analisis struktur-perilaku-kinerja sedikit membantu mencoba menganalisis mengapa konstelasi perubahan di industri musik sangat cepat, bahkan bisa sangat lambat. Dan mengapa kita jarang sekali mengekspor musik “modern” ke luar negeri. Serta musik tradisional yang kadang mampu melakukan penetrasi ke pasar dunia.

Analisis struktur-perilaku-kinerja adalah suatu kerangka pemikiran yang menjelaskan bagaimana struktur dari suatu industri akan menentukan bagaimana perilaku dari masing-masing perusahaan yang ada dalam tiap industri. Hal tersebut pada akhirnya akan menentukan bagaimana kinerja si perusahaan tersebut. Tetapi hubungan antar ketiga variabel tidak bersifat linear, tetapi dalam hubungan yang sangat rumit.

Dalam analisis ekonomi, konsep pasar dikenal menjadi dua, yaitu pasar berdasarkan produk dan geografis. Berdasarkan produk dengan melihat produk tersebut apakah mempunyai sifat close substitute. Sedangkan pasar geografis merujuk pada letak geografis suatu pasar. Dalam hal ini wujud pasar sebagai institusi dilengkapi dengan kondisi fisik.

Kemudian kita dapat mengetahui bahwa untuk pasar musik berdasarkan definisi geografis dapat dibagi menjadi dua, domestik dan asing. Sedangkan dari sisi produk, ketika berbicara pasar kita harus mengetahui dulu konteks dari suatu pasar produk itu apakah menggantikan dalam hal apa. Jika pasar musik secara umum, maka musik rock dan jazz ada dalam satu pasar. Tetapi ketika berbicara musik metal, maka musik jazz dan pop tidak termasuk ke dalamnya, selebihnya produk dihiasi beragam aliran mulai dari trash metal, NU Metal, heavy metal, hingga death metal. Apalagi berbicara musik dunia mulai dari bossa, ska, latin, dangdut, rap, hip-hop, fusion, swing, blues, glam rock, punk, dan banyak lainnya.

Lantas bagaimana pasar domestik musik di Indonesia? Jika melihat sisi historis, dunia permusikan Indonesia pernah diramaikan oleh berbagai genre, catat saja mulai dari “Sang Legenda” Koes Ploes, dedengkot rock tanah air God Bless, hingga lantunan merdu Ebiet G. Ade, Iwan Fals, bahkan pada era 80 dan 90-an muncul istilah lady rocker yang tersemat pada beberapa penyanyi wanita Indonesia. Maju sedikit, pada era tersebut muncul satu bintang Indonesia yang masih eksis hingga sekarang ini, Slank. Kemudian diikuti berbagai band lainnya seperti Dewa 19, Gigi, Sheila on 7, sang legenda Trash Metal Indonesia Jamrud, Padi, bahkan Peter Pan. Dan pada era beberapa tahun belakangan muncul band-band lain macam ST-12, Letto, Sembilan band, The Virgin, hingga SM*SH dan banyak lagi yang tentu saja tidak bisa disebutkan satu persatu dalam tulisan ini.

Dari sekian banyak grup musik yang hadir dan pergi begitu saja, menarik untuk mengetahui apakah struktur industrinya? Bagaimana perilaku mereka? Tentu saja kita tidak membicarakan produksi oleh label rekaman. Tetapi masalah preferensinya. Neoklasik menjawab bahwa struktur pasar persaingan sempurna yang menjadi acuan analisis setidaknya memiliki beberapa karakteristik. Jumlah produsen dan konsumen yang ada sangat banyak. Kemudian barang yang disediakan homogen. Lalu, informasi yang ada mengalir sempurna dan tidak ada halangan untuk keluar masuk industri. Terakhir, price taker.

Apakah banyaknya grup musik dan solo atau duo yang menawarkan musik lantas membuat pasar menjadi persaingan sempurna? Belum tentu. Hal ini tergantung dari sudut pandang kita mengenai musik tersebut. Inilah yang penulis tekankan bahwa bagaimana sebenarnya rasionalitas dalam pemilihan musik tersebut di Indonesia. Apakah para konsumen hanya menikmati musik sebagai musik sebagai hiburan saja, atau lebih dari itu. Jika musik dipandang hanya sebagai musik saja, maka wajar analisisnya mendekati persaingan sempurna. Sebab, karakteristik pertama dan kedua telah terpenuhi. Penikmat hanya menempatkan musik sebagai hiburan. Apapun jenis musiknya “saya suka” yang penting menghibur. Musik tidak dibedakan berdasarkan aliran saja. Namun ketika aliran musik dimasukan sebagai produk maka hal lain akan muncul.

Aliran musik rock bukanlah substitusi dari jazz, atau genre pop bukanlah substitusi dari produk musik ska. Seseorang pasti enggan mengganti playlist-nya yang berisi full-album Casiopea dengan album dari ST-12. Karena mereka berada dalam pasar yang berbeda. Sehingga cukup rumit untuk membahas jika produk individual dimasukkan dalam analsis. Oleh karena itu, kita dapat berfokus pada apakah aliran jazz merupakan substitusi aliran rock, atau dalam istilah lain adalah satu dengan yang lain saling menggantikan kedudukannya.

Pada era 70, 80, 90an, menurut cerita para orang tua, masing-masing penikmat aliran memiliki penggemar masing-masing, sehingga jangan salah komentar mengenai kualitas musik sangat membanggakan kualitas musisi pada tahun-tahun tersebut. Musisi pada era tersebut dianggap lebih memiliki idealisme dalam berkarya, walaupun menurut penulis penilaian tersebut masih kurang logis, sebab masih bermuatan emosional. Menurut penulis, model monopolistik dengan ciri diferensiasi produk adalah model yang tepat untuk menjelaskan pada era-era tersebut.

Berbeda dengan persaingan sempurna dan persaingan sempurna, model oligopoli menjelaskan ketergantungan antar perusahaan dalam suatu industri. Tetapi apakah dalam masing-masing genre memiliki ketergantungan? Apakah tiap musisi akan mencoba menghasilkan karya yang berbeda sebagai respon atas strategi musisi lainnya. Sederhananya, jika Peter Pan mengeluarkan album dengan nuansa sedikit lebih religius atau yang sering kita kenal dengan album religi, apakah lantas para musisi Jazz akan mengikuti membuat album religi? Atau malah membuat karya musik yang menjauhkan dari sisi religius. Mungkin beberapa musisi akan mencoba mengikuti tren di pasar, tetapi oleh karena adanya suatu fenomena rasionalitas yang tidak bekerja maka asumsi ekonomi tidak dapat bekerja untuk menganalisis industri musik indonesia.

Setidaknya terdapat tiga hal yang terjadi dalam industri musik tanah air. Pertama, rasionalitas yang menjadi acuan teori klasik/ neoklasik kadang tidak bekerja. Procedural rationality atau bounded rationality mungkin dapat digunakan untuk melihat kasus tersebut. Sehingga rasionalitas kadang tidak terdapat pada pasar musik tanah air. Kedua, teknologi yang semakin canggih membuat menjamurnya Band Indie di berbagai daerah hingga pelosok. Dahulu jika ingin memiliki suatu album maka harus datang ke kota besar, Jakarta kemudian rekaman memakai pita 16 inch dengan model analog untuk merekam dan menjadikannnya kaset Tape. Belum lagi masalah pemasaran yang mesti melibatkan dana besar. Tetapi sekarang dengan teknologi canggih, mudah saja bagi band membuat suatu mini album dan menyebarkannya, tinggal diunggah di situs kemudian sebarkan, jadilah artis. Implikasi teoritis dan praktis adalah semakin pudarnya entry-barrier dalam industri musik.

Ketiga, dinamika industri musik pasca era 90an ditandai dengan suatu model genre-leadership, yaitu suatu grup yang mampu menembus pasar mainstream dengan aliran fresh akan diikuti oleh grup lainya yang seakan menjadi imitator si pionir. Hal ini dapat dilihat dari pada awalnya merebaknya band ala Kangen Band dan kemudian akhir-akhir ini kita melihat fenomena boyband dan girlband yang menurut penulis hasil penetrasi awal SM*SH dengan penuh cercaan. Keempat, pendekatan akhir dari struktur-perilaku-kinerja adalah bagaimana kinerja perusahaan tersebut. Hal ini yang cukup sulit untuk mengukurnya, apakah kinerja itu adalah penjualan album, atau Ring back tone, atau kepuasan diri karena telah mampu menciptakan karya yang memuaskan bagi diri sendiri.

Bagaimana dengan model monopoli? Jamrud setidaknya dipandang sebagian besar memonopoli industri musik Trash Metal. Jamrud berhasil melakukan penetrasi musik metal di kalangan mainstream musik tanah air. Namun menurut penulis, Jamrud tidak semata-mata dapat dipandang sebagai monopolis Trash Metal karena masih ada sebenarnya musisi Trash Metal yang menghasilkan karya tersebut. Sehingga Jamrud pantas diposisikan pada dominant-firm.hal serupa terjadi pada raja dangdut, Rhoma Irama yang menikmati posisi dominan pada kancah musik dangdut.

Satu-satunya yang benar-benar memonopoli adalah lagu wajib nasional. Monopoli yang dilakukan secara legal oleh negara. Kita tidak mungkin mengganti lagu yang mengiringi upacara bendera ketika pasukan pengibar menaikkan bendera merah putih dengan Barcelona-nya Fariz RM atau dengan Through the Fire and Flames dari Dragonforce yang jaya di ranah speed metal. Kemudian untuk mendapatkan pengakuan karya sebagai lagu wajib juga cenderung sulit. Sehingga lagu wajib menjadi monopoli dalam kasus monopoli yang diberikan oleh negara. Kecuali pak Presiden yang gencar promo album barunya ingin menggantikan lagu Indonesia Raya yang mengiringi upacara dengan “Bersatu dan Maju” ciptaan Pak Presiden. Tentu saja sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

*)Sandy Juli Maulana

Investasi Emas.. Hmm baikkah???
Hendi Dwi Istanto 0 komentar


di copas dari http://ekonomgila.blogspot.com/2012/01/investasi-emas-baikkah.html 
Oleh: Adib*, 876 kata.

Belakangan, cukup marak masyarakat memperbincangkan investasi dengan emas sebagai salah satu komoditinya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pemberitaan dan tulisan baik dari media cetak, koran, bahkan di berbagai seminar yang memperbincangkan masalah investasi emas ini. Emas lebih dipilih oleh para investor daripada komoditi investasi lainnya lantaran emas tidak terpengaruh oleh inflasi (zero inflation effect). Selain itu, harga emas yang terus membumbung naik dalam 10 tahun terakhir ini, hingga saat ini nilainya berada di atas 500.000 per gram, membuat para investor tergiur untuk menginvestasikan modalnya pada logam mulia ini.

Jika kita lihat grafik pergerakan harga emas, secara umum harganya mengalami kenaikan, walaupun tidak dipungkiri, ada juga penurunannya, seperti pada tahun 1980an, tahun 1998, karena adanya krisis moneter, maupun di tahun 2008 karena pengaruh krisis yang melanda Amerika Serikat waktu itu. Harga emas melonjak drastis pada tahun 1980, namun kemudian harganya kembali turun, hingga baru bisa menyamai harga awal pada tahun 2002, atau 26 tahun kemudian. Namun, setelah itu harga emas secara umum melonjak cukup drastis.
Namun, jenis investasi yang cukup ramai diperbincangkan dan dilakukan oleh masyarakat saat ini adalah investasi emas di perbankan syariah maupun di pegadaian syariah, baik dalam bentuk istilah “berkebun emas’, cicilan emas, maupun yang lainnya.

Secara umum, kita pasti sudah tahu apa yang namanya berkebun emas, karena seringnya diperbincangkan di dalam berbagai diskusi. Dalam berkebun emas, kita dapat berinvestasi emas hanya dengan modal sepertiga dari harga emas. Caranya, yaitu dengan menggadaikan emas yang kita miliki, agar mendapatkan dana dari pihak perbankan, lalu membeli lagi emas tersebut di tempat lain, dari modal yang kita dapatkan, dan kiita gadaikan lagi, begitu seterusnya, dilakukan secara berulang-ulang.

Keuntungan tersebut akan diperoleh, apabila setelah panen emas atau setelah kita menebus semua emas yang kita gadaikan, dan asumsinya, dana yang kita peroleh lebih besar dari modal yang kita keluarkan, tentunya setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang ada. Dalam melakukannya, masyarakat memilih perbankan syariah, maupun pegadaian syariah yang sekiranya menawarkan biaya titip yang paling murah, untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Namun, bagaimanakah metode berkebun emas tersebut dalam pandangan islam?

Berbagai versi menyatakan pendapatnya masing-masing. Yang menghalalkan berkebun emas ini, mereka mengambil dalil dalam hukum islam secara umum, yaitu asas ibahah, dimana pada asasnya, segala sesuatu dalam hal bermuamalat boleh dilakukan, sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya. Secara umum, belum ada dalil yang mengharamkan metode berkebun emas ini. Apalagi, dengan diperkuat dengan adanya fatwa MUI Nomor 25 tentang rahn, dan juga nomor 26 tentang rahn emas, membuat pihak yang setuju dengan metode berkebun emas ini semakin mantap. Dengan jelas, MUI telah menghalalkan tentang rahn emas, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Namun, tidak sedikit yang menyatakan bahwa metode berkebun emas ini adalah haram, dan merupakan suatu penyimpangan dalam berbisnis yang islami. Jika dilhat dari akadnya, maka hal ini sudah sesuai syariah, karena mennggunakan akad beli dan gadai. Namun, dalam berkebun emas, permasalahannya bukan dari akadnya. Boleh jadi, akad yang digunakan adalah beli gadai. Namun, sistem yang dibangun secara keseluruhan di sini lebih menjurus ke investasi, dengan menggunakan akad gadai sebagai modal utamanya.

Nah dengan memanfaatkan kenaikan harga sebagai tujuan untuk mendapatkan keuntungan ini, apakah termasuk spekulasi? Setidaknya, motifasi kita dalam membeli emas ada 3. Yaitu trading emas dengan maksud konsumsi, seperti membeli emas sebagai salah satu perhiasan untuk kita pakai. Kedua trading emas dengan maksud utuk lindung nilai (hedging). Dan yang ke tiga adalah trading emas dengan maksud untuk spekulasi.

Jika tujuan investasi emas kita adalah untuk hedging, maka kita cukup membeli emas, lalu kita simpan emas tersebut. Bisa di rumah, maupun di perbankan, agar lebih terjamin. Namun, dalam berkebun emas ini motifnya lebih tertuju ke arah spekulasi, yakni dengan menggadaikannya secara berulang-ulang, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam teori berkebun emas, seperti yang dikemukakan oleh Rully Kustandar misalnya, metode berkebun emas ini cocok untuk investasi jangka panjang, dengan asumsi kenaikan sekitar 30 persen per tahun. Namun, masyarakat lebih cenderung untuk menjual emasnya apabila harga emas tiba-tiba meningkat tajam. Hal seperti ini jelas-jelas adalah suatu spekulasi, dan haram hukumnya, terlepas dari banyaknya pendapat yang mempertanyakan bahwa spekulasi seperti apakah yang dihalalkan.

Yang jelas, berkebun emas lebih menjurus ke arah maysir (gambling), yaitu memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa bekerja keras/mendapatkan keuntungan tanpa kerja. Spekulasi atas kenaikan harga emas termasuk maysir, karena tidak prokuktif, dan tidak meningkatkan pasokan barang dan jasa. Hal ini jelas-jelas bahwa pelaku memperoleh suatu manfaat tanpa adanya usaha yang nyata, dan tidak seseuai dengan semangat dan keunggulan ekonomi Islam yang sangat menekankan tumbuhnya sektor riil secara wajar.

Kenaikan yang sangat tajam dari harga suatu aset (emas) merupakan tanda-tanda bahwa gelembung yang terjadi pada harga aset tersebut sudah mendekati titik jenuh. Semakin tinggi pohon yang dinaiki, semakin sakit ketika terjatuh. Semakin tinggi harga emas dan semakin banyak orang yang ikut membeli, maka akan semakin banyak korban ketika harga emas jatuh dan semakin besar kemungkinan krisis mengikuti.

Sehingga, Bank Indonesia berencana untuk membatasi investasi dengan model berkebun emas ini, tidak hanya secara moral dengan menghimbau perbankan syariah untuk membatasi produk gadai emasnya, tetapi, umungkin ke depannya juga akan dilakukan pembatasan dalam melakukan gadai emas di perbankan syariah, yakni maksimal hanya satu kali top up/ gadai saja untuk mencegah terjadinya bubble (penggelembungan) emas.

Boleh saja kita berinvestasi emas, asalkan jangan ikut-ikutan berperilaku spekulatif. Alangkah lebih baiknya jika kita menginvestasikan modal kita dalam bentuk riil dan produktif, untuk meningkatkan perekonomian kita.


* Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Selasa, 08 November 2011

Kiamat Ekonomi 2012
Hendi Dwi IstantoSelasa, 08 November 2011 1 komentar


by: Benjamin ridwan gunawan

Beberapa minggu yang lalu, saya berdiskusi dengan beberapa teman saya yang seorang dosen ekonomi, beliau adalah orang yang menekuni ekonomi makro. Dari diskusi tersebut kami temukan isu yang mengatakan resesi ekonomi 2008 belum berakhir, akan ada gelombang berikutnya yang jauh lebih besar, dan kejadian tersebut dikatakan akan terjadi di tahun 2012. Bila anda pernah mendengar isu kiamat di tahun 2012, maka ini kami sebut “Kiamat Perekonomian Dunia.”

Sistem keuangan yang sudah bobrok dan tak pernah diwujudkan solusi konkritnya. Uang itu sendirilah masalahnya.

Pada jaman dahulu, sistem transaksi kita menggunakan sistem barter, dan alat tukar standarnya adalah emas. Dengan berjalannya waktu, emas tersebut disimpan dalam gudang dan digantikan dengan surat sertifikat kepemilikan emas, dengan alasan jauh lebih praktis ketimbang membawa emas yang berat kemana-mana. Ketika semua orang menyimpan semua emasnya dan menggantinya dengan surat sertifikat kepemilikan emas, awal mula kebobrokan sistem dimulai. Jumlah surat kepemilikan dengan jumlah emas yang disimpan sudah berkembang menjadi tak sama lagi. Jaminan emas sudah diabaikan, yang ada hanya kepercayaan pada selembar surat dari kertas, yang bertuliskan surat kepemilikan emas. Dan surat tersebutlah yang kini berbentuk uang kertas yang sering kita pakai.

Perbankan mencetak uang kertas melampaui persediaan emas yang disimpan, menandakan bahwa uang kertas yang kita pegang tersebut benar-benar tak bernilai sama seperti kertas lainnya. Hanya nilai kepercayaanlah yang melekat pada uang kertas tersebut sehingga kita masih bisa menggunakannya untuk bertransaksi.

Sekarang coba bayangkan, anda memiliki satu koper uang senilai satu milyar rupiah, apakah anda dapat bertransaksi di negara lain seperti di Singapura ataupun di Afrika? Anda harus menukarnya dahulu dengan jenis uang setempat. Nah misalnya lagi, anda memegang uang Euro, atau dollar, yang dikata lebih universal. Apakah uang universal tersebut bisa anda gunakan saat anda tersesat di hutan Amazon dan bertemu dengan orang suku pedalaman setempat? Bandingkan bila pada saat di Amazon, bukan dollar yang anda bawa, tapi emas, jauh lebih bernilai yang mana?

Sebenarnya kita telah merugi, hanya dengan memiliki uangnya saja, bahkan tak pernah anda belanjakan misalnya. Karena nilai uang kertas yang kita pegang terus tergerus oleh inflasi. Harga gula pada tahun 2005, dengan uang sepuluh ribu rupiah bisa anda peroleh 2kg, namun sekarang beli 1kg saja masih kurang genap. Padahal uangnya sama, tulisannya tertera sama “Sepuluh ribu rupiah”, kenapa nilainya menjadi berbeda. Itulah yang disebut dengan inflasi. Akan datang suatu masa, di mana uang yang kita gunakan saat ini tak ada nilainya lagi.


Belajar dari sejarah

Sudah sering diperlihatkan oleh sejarah, sejarah kelam kehancuran perekonomian dunia: Setiap satu-dua dekade selalu terjadi krisis. Perang Dunia I, Perang Dunia II, Krisis Black-Gold, Resesi 1998, Resesi 2008. Tapi kita tak pernah belajar dari masa lalu, kesalahan yang sama selalu terulang kembali. Kesalahan yang dibiarkan ini akan terjadi kembali, dan besok akan terjadi resesi besar lagi.

Investasi di Indonesia kini sedang bagus, tingkat bunga pengembalian hingga mencapai 7-8%. Bandingkan di Amerika dan Jepang hanya 0,5-1% saja. Namun investor yang mendanai perekonomian Indonesia mayoritas adalah orang asing. Begitu uang investasi asing ditarik, maka seperti bangunan setinggi 100 lantai, di mana lantai 1 sampai 80 tiba-tiba menghilang. Puncak bangunan akan terjun bebas, dan mendarat dengan hancur berkeping-keping. Dan ini bukan sebuah perandaian, dan resesi besar tersebut akan benar-benar terjadi.

Inflasi besar-besaranan akan terjadi, suku bunga perbankan meningkat drastis, pinjaman-pinjaman beragunan akan membengkak, banyak terjadi kredit macet, dan akan banyak perusahaan yang gulung tikar atau merger dengan perusahaan lainnya demi menyelamatkan diri.


Solusi

Kekacauan ekonomi yang terjadi ini akan terus terjadi dan terjadi lagi tiap satu-dua dekade, selama kita masih menggunakan uang kertas yang kita pakai sehari-hari. Namun solusi mengganti uang kertas yang kita pakai, dan secara mendadak menggantinya ke sistem lama, sistem barter dan emas, itu tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan. Sistem keuangan ini sudah mengakar, dan perlu effort yang luar biasa besar untuk mebetulkannya. Perlu kecerdasan dalam menghadapi keadaan yang dilematis ini, di mana kita tetap berada dalam sistem keuangan yang salah, namun kekayaan anda dapat diselamatkan. Berikut adalah solusi yang bisa anda aplikasikan.

Amankan kekayaan anda:

1.    1.   Milikilah bisnis bersistem yang memutar uang anda yang dapat memberikan nilai lebih dari nilai uang anda sebelumnya. Mengapa harus memiliki bisnis bersistem? Uang anda adalah masalahnya. Anda diamkan saja uang tersebut, maka nilainya akan semakin turun tergerus oleh inflasi. Putar uang tersebut dan hasilkan laba, menjadikan uang anda bertambah nilainya. Namun perlu diingat, kecepatan inflasi juga kadang berakselarasi dengan cepat. Maka akan terjadi pertarungan antara kecepatan pertambahan nilai uang anda yang berasal dari laba dengan kecepatan inflasi yang menggerus nilai uang anda. Lebih cepat yang mana, kecepatan laba anda atau inflasi.
2.     
            2.  Investasi, pilih investasi yang tepat, bukan reksa dana maupun investasi saham pada perusahaan Tbk, hal itu tidak ada bedanya dengan memiliki bisnis bersistem. Tapi investasikan kekayaan anda dengan tanah, properti, dan yang utama adalah emas. Mengapa tanah, properti atau emas? Makna dari investasi ini bukan untuk memperoleh laba dengan cepat. Namun makna investasi adalah melindungi dan memberikan keuntungan pada kekayaan anda untuk jangka yang sangat panjang. Maka investasikan uang (tak berharga) anda pada suatu barang yang sangat tidak likuid (tidak mudah diuangkan kembali), semakin tidak likuid suatu barang, semakin jauh dari kerugian atas uang itu sendiri.
3.    
          3,   Jadilah manusia yang berkualitas, berguna, miliki skill yang bermanfaat buat orang lain, dan perbaiki moral anda. Saat bisnis-bersistem anda bergejolak bertarung cepatan mana dengan inflasi, sedangkan investasi anda sedang melindungi nilai kekayaan anda. Kontribusikan kemampuan anda untuk hidup maka hidup akan berkontribusi untuk anda. Bila memang kekayaan anda semakin terancam nilainya, dan uang akan benar-benar tak bernilai, maka satu-satunya yang bernilai adalah diri anda sendiri. Jadilah manusia yang dapat berkarya untuk keluarga, masyarakat, dan negara.
4.     
         4.  Extra tips, lakukanlah sedekah. Perbanyak sedekah dari sebagian kekayaan anda, sebelum kekayaan anda menjadi benar-benar tak berharga. Anda tidak akan pernah menyangka The power of Gift akan sangat ampuh berguna untuk masa depan anda.

Hidup memang indah, hidup itu mudah bila kita tahu ilmunya, jangan pernah berhenti belajar dan waspada, “Keep your soul and love to the God, and God will save you in every moment”.
http://ekonomgila.blogspot.com/

Kamis, 03 November 2011

Opportunity Cost Versus Opportunity Risk
Hendi Dwi IstantoKamis, 03 November 2011 0 komentar

Opportunity cost atau yang disebut juga sebagai biaya peluang merupakan sebuah istilah yang dilabelkan pada sebuah keadaan dimana kita harus mengorbankan biaya tertentu untuk mencapai suatu target tertentu. Konsep opportunity cost inilah yang kemudian melahirkan prinsip menyesatkan dalam pandangan orang-orang, yaitu mengeluarkan biaya serendah-rendahnya untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya. Sebagai pembuka, let’s check this true story.

Seorang bapak yang sangat suka makan buah, pergi ke pasar buah dengan menggunakan mobil. Disana ia ditawari buah-buahan dengan harga tinggi. Mungkin karena ia datang menggunakan mobil maka para pedagang menawarkan harga yang tinggi padanya, demikian yang ada dalam pikirannya. Akhirnya beberapa hari kemudian si bapak pergi lagi ke pasar buah tersebut. Kali ini ia memarkir mobilnya agak jauh dari pasar buah, kemudian memutuskan berjalan kaki menuju pasar buah. Ia mendapatkan pepaya berukuran jumbo dengan harga Rp 4500,- yang pernah ia beli dengan harga Rp 6000,- ketika datang menggunakan mobil. Lumayan menghemat Rp 1500,-, dan akan sangat menghemat pengeluaran jika membeli dalam jumlah banyak. Namun saat itu ia hanya membeli satu. Si bapak begitu senang mendapatkan buah dengan harga murah. Akhirnya ia segera kembali ke tempatnya memarkir mobil. Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui mobilnya raib entah kemana.

Dari cerita di atas, si bapak rela berjalan kaki untuk mendapatkan buah dengan harga yang lebih murah. Pengorbanan tenaga untuk berjalan kaki yang dilakukan si bapak merupakan biaya peluang (opportunity cost) yang harus dibayarkannya untuk mendapatkan harga buah yang lebih murah.

Namun ada yang tidak diperhatikan si bapak, yaitu opportunity risk yang terjadi untuk keputusan yang diambilnya tersebut. Raibnya mobil si bapak merupakan opportunity risk yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Jadi dalam hal ini, setiap keputusan-keputusan yang dibuat, agar mencapai tujuan yang efektif dan efisien, tidaklah semata-mata memperhatikan opportunity cost, namun harus memperhatikan opportunity risk.

Opportunity risk adalah besarnya risiko yang harus ditanggung dari setiap keputusan yang diambil. Risiko-risiko ini bisa berupa biaya yang harus dibayarkan pada saat itu juga, biaya yang harus ditanggung di masa yang akan datang, maupun hal-hal lain yang tak terukur secara kuantitatif

Opportunity risk menurut saya adalah alat analisa yang lebih relevan digunakan pada masa kini. Sebab dapat mengcover segala macam contoh kasus. Berbeda dengan konsep opportunity cost yang sudah mulai kurang relevan untuk beberapa kasus tertentu.

Contoh konkret opportunity risk misalnya sebagai berikut:
Seorang siswa yang baru saja lulus SMA, memutuskan untuk kuliah (abaikan saja alasan-alasan di belakangnya, apakah ia kuliah karena disuruh orangtuanya atau karena keinginan sendiri, bukan menjadi fokus kita).

Keputusannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, merupakan contoh keputusan yang memperhatikan opportunity risk. Seperti yang kita ketahui bersama, permintaan pasar tenaga kerja semakin hari semakin menutup peluang untuk calon tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan dasar. Permintaan pasar tenaga kerja di masa mendatang diprediksikan membutuhkan tenaga-tenaga professional dengan skill yang kompeten. Alasan-alasan tersebut yang mendorong si siswa memutuskan untuk kuliah.

Atau contoh lainnya yaitu: seorang mahasiswa yang memutuskan untuk bekerja sambil kuliah, yang akan mendapatkan penghasilan serta pengalaman kerja, namun harus menanggung opportunity risk berupa waktu untuk hangout dan berkumpul bersama teman-teman menjadi terbatas, serta harus ketat mengatur waktu sedemikian rupa agar kuliah tidak keteteran.

Dari dua contoh tentang opportunity risk di atas, kita dapat melihat perbedaan utamanya dengan opportunity cost yang hanya melihat dari segi biaya saja dan hanya untuk jangka pendek semata.

Konsep opportunity risk ini pada akhirnya melahirkan sesuatu yang kita sebut sebagai manajemen risiko. Untuk tulisan tentang manajemen risiko, mungkin kali lain akan ditulis oleh penulis EG yang lain.

Jadi, masih mendasarkan keputusan berdasarkan opportunity cost saja atau mulai beralih ke opportunity risk?
oleh : DYAH RESTYANI 
http://ekonomgila.blogspot.com/2011/10/opportunity-cost-vs-opportunity-risk.html

Rabu, 02 November 2011

Saham-Saham Cinta
Hendi Dwi IstantoRabu, 02 November 2011 0 komentar

Terkadang kau memulainya sebagai seorang investor dengan puluhan milyar cinta di tanganmu hingga serasa tak akan pernah habis ketika kau menginvestasikannya. 

Terkadang bahkan kau tak menginvestasikannya segera, menunggu dan terus menunggu untuk menempatkannya di sebuah perusahaan impian yang tak kunjung tiba, padahal begitu banyak perusahaan yang baik bagimu namun kau tak menyadarinya. 

Terkadang kau tak kunjung-kunjung menginvestasikan cintamu karena takut akan resiko yang akan kau tanggung. Padahal kau sendiri sadar bahwa tak ada cinta tanpa resiko. 

Terkadang kau dengan mudah menanamkan sahammu pada sebuah perusahaan, namun setelah kau telah merasa mendapat capital gain yang cukup kau dengan mudah mencari perusahaan potensial yang lain. 

Namun terkadang kau memulainya dengan menjadi seorang investor yang benar-benar pengaplikasikan teorimu, portofolio. Kau menginvestasikan saham-sahammu pada beberapa perusahaan berbeda. 

Beberapa saat setelah kau menanamkan sahammu. Saham-saham itu mulai berkembang, memberikan deviden bagimu. Seberapa bijakkah kau tergantung pilihanmu, menanamkannya kembali sebagai retain earning untuk menumbuhkan perusahaan[cinta]mu lebih besar, atau berpangku tangan menikmati deviden atas saham yang kau tanamkan. Padahal terkadang perusahaanmu sangat berharap akan retain earning[cinta] namun tetap setia memberikanmu deviden meskipun kau tak menambah saham-sahammu di perusahaanmu itu. Perusahaanmu tetap setia mendengarkan pendapatmu, padahal tak jarang membawa mereka kepada kehancuran. 

Terkadang kau memulainya sebagai sebuah perusahaan, yang selalu merasa miskin, yang selalu merasa bahwa perusahaanyalah yang paling menyedihkan di dunia ini, yang selalu berharap akan datangnya seorang investor. 

Namun terkadang kau memulainya sebagai sebuah perusahaan yang tangguh, yang walaupun tak memiliki tangible asset, namun kau memiliki intangible asset yang hebat. Harga dirimu. Kau tak pernah berharap akan adanya investor yang membantumu. Kau cukup tangguh untuk berjuang sendirian. 

Pemilihan permodalan menjadi sebuah dilema. Memilih untuk utang atau menjual saham. Yang menjadi persoalan adalah terkadang mereka yang memberikan modal [cinta] padamu salah mengartikannya sebagai utang, mereka menuntutmu untuk mengembalikannya beserta bunga. 

Namun jangan patah arang. Untungnya selalu ada investor berbasis syariah. Yang menanamkan modal kepadamu tanpa mengharap riba, yang terkadang ikut menanggung kerugianmu, setia disaat suka maupun duka. 
oleh : Thontowi A. Suhada 
http://ekonomgila.blogspot.com/2011/09/saham-saham-cinta.html

Selasa, 01 November 2011

Kebun Emas, Bertani Emas, bercocok tanam emas WHATHEVERLAH!!
Hendi Dwi IstantoSelasa, 01 November 2011 0 komentar



Oleh: Munadi
Gober Bebek adalah tokoh fiktif kartun yang sangat inspiratif. Ketika anak-anak saya amat menikmati komik mengenai Gober, Donal dan ketiga ponakannya Kwik, Kwek dan Kwak. Gober adalah seorang milioner di kota bebek, ia memiliki harta kekayaan yang melimpah dari usahanya. Seluruh keuntungannya disimpan dalam koin emas dan ditempatkan di gudang emasnya yang terletak di puncak bukit. Beragam sistem keamanan dipasangnya untuk mencegah gerombolan Si Berat yang selalu berusaha mencuri hartanya. Gober amat perhitungan terhadap hartanya, namun meskipun demikian baginya keluarga tetap prioritas utama diatas hartanya.

Investasi Emas
Di kota bebek berbagai sistem transaksi diberlakukan. Sebagian besar transaksi ekonomi dilakukan dengan menggunakan uang kartal dan koin emas. Adapun sistem barter tetap berlaku namun sudah jarang ditemukan karena alasan efisiensi. Jauh di negeri seberang kota bebek, di negeri dongeng transaksi emas dan barter sudah amat langka, di negeri dongeng teknologi keuangan sudah amat maju sehingga emas pun karena scarcity-nya sudah jarang dijadikan alat pembayaran. Di negeri dongeng uang kartal dan giral menjadi alat pembayaran utama.

Jalan-jalan di kota bebek berisi para pembeli dan penjual yang bertransaksi ekonomi. Transaksi masih cukup sederhana karena mata uang di kota bebek hanya ada 1 yaitu emas. Nilai dari suatu uang sama antara nilai instrinstik dan nilai nominalnya. Masalah utama di kota bebek adalah mencegah para penjambret dan perompak seperti kelompok Si Berat karena mereka suka mencuri uang dari masyarakat.

Kegiatan transaksi di negeri dongeng jauh lebih modern. Sebuah transaksi triliunan rupiah dapat terjadi hanya dalam hitungan detik saja. Uang dan barang amat mudah berlalu lalang dengan tingkat perputaran yang tinggi. Berbeda dengan di kota bebek orang-orang di negeri dongeng tidak begitu takut dengan perampok pasar seperti halnya Si Berat. Orang-orang di negeri Dongeng takut dengan perompak yang tak terlihat dikarenakan mata uang mereka yang nilai nominalnya tak sebanding dengan nilai intrinstiknya. Perompak itu sering dibilang inflasi karena semakin besar inflasi maka nilai mata uang masyarakat semakin kecil. Oleh karenanya pemerintah negeri Dongeng selalu memikirkan inflasi dan bagaimana mencegahnya.

Suatu ketika Gober sebagai orang terkaya di negeri bebek mendengar isu bahwa masyarakat negeri dongeng memiliki cara investasi emas. Isu itu menyebutkan bahwa investasi ini amat aman dan bebas risiko. Isu tersebut memikat perhatian gober karena gober dapat menginvestasikan hartanya dan dapat bertambah tanpa risiko. Oleh karenanya gober mengirimkan keponakannya Donal untuk mencari informasi tersebut di negeri dongeng

BerKebun Emas
Kebun Emas, Bertani Emas, investasi pintar emas, untung besar emas, bercocok tanam emas ... apalah itu panggilannya Donal tetap mencari tau. Akhirnya Donal menemukan seseorang yang melakukan kegiatan investasi tersebut. Sebelumnya Donal juga membaca banyak buku tentang hal ini yang banyak ditemukan di toko-toko buku.

Tahap pertama dalam investasi emas adalah membeli emas. Emas memiliki 3 jenis, emas batangan, emas perhiasan dan emas koin. Yang umum dilakukan untuk investasi adalah emas batangan. Emas batangan dapat dibeli dengan mudah di toko emas atau jika ingin aman dapat dibeli langsung di anak perusahaan PT Aneka Tambang. Pembelian di anak perusahaan ANTAM mudah karena dapat dibeli dalam jumlah gram dan karat sesuai keinginan pembeli dan yang lebih penting memiliki sertifikat keaslian emas yang tertera di emas batangan dan di sertifikatnya. Kemudahan dalam membeli emas pun sekarang sudah dapat dilakukan dengan mencicil pembelian emas melalui Bank Syariah dan Pegadaian.

Tahap selanjutnya adalah dengan menggadaikan emas yang dibeli, kemudian mengulangi dari tahap pertama. Umumnya menggadaikan emas akan mendapatkan uang sebesar 80% dari harga emas. Uang tersebut kemudian digunakan untuk membeli emas lagi. Menggadai dinilai aman untuk menyimpan barang karena barang hanya akan disimpan dan tidak diusik. Biaya yang dikenakan pegadaian umumnya sekitar Rp 3.000 per gram emas per bulan.

Karena ingin merasakannya, dengan uang 8.000.000 Donal mencoba mensimulasikan cara ini. Diketahui bahwa harga emas saat ini 500.000/gram.
(1) Membeli Emas 10 gram
Harta = 10g emas(5 juta) ; Kas = 3 juta
(2) Menggadaikan Emas
Harta = 10g emas(gadai); Kas = 3 + 4(80%x5juta) = 7 juta
(3) Beli emas 10g lagi
Harta = 10g emas(gadai) 10g emas(5 juta); Kas = 2 juta
(4) dan seterusnya ikuti langkah diatas hingga akhirnya didapat
Harta = 30g emas(gadai), 10g emas(ditangan); Kas = 0

Secara teori akuntansi maka aset dalam waktu singkat telah membengkak menjadi 20 juta atau sebesar 2,5 kali lipat dari modal awal 8 juta. Kondisi persamaan akuntansi menjadi H(20 juta) = U(12juta) + M(8juta)
Donal tahu bahwa berdasar gambar grafik diatas, emas selalu mengalami kenaikan luar biasa. Maka jika diasumsikan harga pertahun emas mengalami kenaikan 30%, tahun depan uang Donal akan menjadi:
Harga Emas Donal tahun depan = (500ribu x 130% ) x 40g = 26juta
Ongkos bayar gadai sampai tahun depan = 30g x 3 ribu x 12bulan = 1.080.000,-
Kemudian Donal meliquidkan seluruh emasnya dengan mencairkan emas ditangannya kemudian mengambil emasnya di pegadaian dan seterusnya :
(1) Menjual emas ditangan
H = 30g emas(gadai); Kas = 10gx(500rbx130%) = 6,5 juta
(2) Mengambil emas yang digadai
H = 20g emas(gadai), 10g emas(ditangan); Kas = 6,5-4 = 2,5 juta
(3) dan seterusnya meliquidkan dan mengambilnya lagi sehingga posisi terakhir menjadi:
Kas= 14 juta, ongkos gadai yang harus dibayar = 1.080.000
Secara keuangan dengan modal 8 juta dalam setahun Donal untung 4,92 juta. ROI = 61.5 %!

(?) Kebun Emas = Investasi (?)
Tibalah hari bagi Donal untuk melaporkan hasil pengamatannya kepada Gober. Gober meminta Donal untuk menjelaskan kepadanya hasil laporannya mengenai mekanisme kebun emas serta meminta pendapat donal secara pribadi mengenai investasi ini.
Dengan kepala tegak dan suara yang mantap donalpun berkata:

Investasi emas pada dasarnya adalah sebuah bentuk hedging terhadap nilai mata uang. Seseorang yang menyimpan kekayaannya dalam bentuk emas bertujuan untuk menghindari dari dampak inflasi yang secara tidak langsung mengurangi nilai kekayaannya. Oleh karena itu investasi emas amatlah dianjurkan.

Berbeda dengan berkebun emas. Memang secara umum berdasarkan fatwa MUI mengenai rahn, menggadaikan emas diperbolehkan. Tapi saya menilai bahwa mekanisme kebun emas ini mengandung beberapa hal yang tidak bermanfaat dan cenderung mengancam perekonomian.

Alasan pertama saya adalah karena berkebun emas ini meningkatkan Lazy Money (non productive) yang tidak berpengaruh pada perekonomian. Mekanisme kebun emas membuat yang tadinya uang yang tidak produktif menjadi berlipat. Alangkah baiknya kita tidak menyimpan banyak kekayaan dan menggunakannya untuk kegiatan produktif yang meningkatkan perekonomian seperti berdagang. Kebun emas menjadikan uang non produktif bertambah serta membuat seseorang menjadi pemalas dan tak mau bekerja.

Alasan kedua adalah Speculation. Emas yang digadaikan harganya bergerak dengan sendirinya. Padahal dalam suatu investasi penting sekali bagi investor untuk memiliki kendali atas investasinya agar investasinya itu diarahkan kearah positif. Sehingga dalam kaitan ini mekanisme kebun emas mendorong pada kegiatan yang spekuatif, sedang kegiatan yang spekulatif selain dilarang pada sebagian besar agama juga memiliki risiko yang tinggi.

Alasan ketiga mengenai sense of belonging. Apa yang akan terjadi jika ternyata harga emas turun? Tentu saja Donal mencairkan emas ditangan untuk menghindari kerugian yang lebih parah, tapi selanjutnya Donal tidak akan mencairkan emasnya yang digadaikan. Untuk apa Donal mencairkan emas yang digadaikan jika rugi, biarkan saja dan donal bebas dari jeratan hutang karena emas itu kemudian akan dilelang karena Donal dianggap tidak mampu membayar. Inilah masalahnya, Donal akan menilai bahwa emas atau uang itu harganya berarti jika menguntungkan dan tak berarti jika merugikan. Ini akan melemahkan nilai uang, padahal uang seharusnya tidak kita pandang sebagai sebuah lembar nominal atau kertas tapi lebih dari itu, kita harus melihat uang sebagai rezeki yang harus disyukuri karena mendapatkannya tidak mudah dan melepasnya hanya untuk kebaikan.

Selesai penjelasan Donal, maka Goberpun tidak jadi mengikuti investasi emas tersebut. Gober lebih memilih untuk mengeluarkan kekayaannya untuk kegiatan bisnis yang bersifat produktif. Gober pun cukup bangga pada Donal, tidak rugi Donal kuliah di fakultas ekonomi untuk memahami mekanisme kebun emas. Tapi tetap saja Donal sudah semester 9 dan belum lulus. Cepatlah lulus Donal ;p
*copy/paste dari : http://ekonomgila.blogspot.com/2011/10/kebun-emas-bertani-emas-investasi.html sekedar sharing ilmu(-author)

Minggu, 30 Oktober 2011

Peraturan Franchise
Hendi Dwi IstantoMinggu, 30 Oktober 2011 0 komentar


dikutip dari: Dwi Andi Rohmatika
Sebenarnya tulisan ini dibuat tidak lama setelah saya pergi ke salah satu booth tempat berjualan jus di Yoyakarta dan merasa malu karena meminta kembalian padahal uangnya pas (doh!). Singkat cerita, saya menyodorkan dua buah dua ribuan untuk segelas jus jambu. Biasanya booth dengan nama ini menjualnya seharga tiga ribu rupiah. Saya termasuk menjadi pelanggan setia booth berbeda dengan nama yang sama yang terletak di dekat kampus. Setelah saya menunggu agak lama, si Abang bilang kalau uangnya pas. Jelas saya kaget. Refleks, saya berujar, “Oh, bukannya biasanya tiga ribu ya, Bang? Merek ini yang di deket kampus segitu kok.”

Si Aban pun menjawab, “Iya, Neng. Tapi kalau di sini empat ribu rupiah. Yang di sana soalnya banyak kompetitornya, Neng. Jadi harganya lebih murah. Maaf ya, Neng.”

Masih agak melongo –bukan karena takjub si Abang yang bahkan bisa menggunakan kata kompetitor dengan fasih– saya pun bilang, “Iya, tak apa, Bang.” Sembari menggerutu tentang si empunya merek jus dan semua booth-booth jus ini dalam hati.

Atribut Wajib Franchise
Search di banyak mesin pencari dan “rules of franchise” akan banyak ditemukan di sana. Bahkan salah satu negara bagian Amerika memiliki hukum khusus tentang ini yang isinya tentu berlembar-lembar. Yang ingin saya tulis di sini bukan tentang franchise macam Starbucks yang sudah besar dan mapan itu, tetapi lebih kepada franchise ataupun usaha UMKM dengan jurus pemasaran berupa nama yang sama dan booth kecil-kecil, yang banyak bertebaran di Indonesia, terutama di Yogyakarta.

Pepatah “mutiplier effect” dari bisnis berjualan itu memang benar adanya. Misalnya, om saya yang seorang wirausahawan nyentrik sempat melakukan hitung-hitungan dengan “the power of quantity”. Artinya: walaupun keuntungan kecil, tapi jika semakin banyak cabang/outlet yang dibuka maka keuntungan semakin banyak pula. Contohnya, Mr. Burger yang ada di Yogyakarta, yang pernah saya sejajarkan dengan McD di Yogyakarta. Ternyata, Mr. Burger memakai strategi tanan gurita alias membuka banyak outlet yang kecil-kecil di mana saja agar penjualan terdongkrak. Dan ini sangat berhasil.

Mulailah muncul usaha-usaha lainnya yang menggunakan strategi yang sama dengan Mr. Burger. Masalahnya, terkadang pengalaman yang saya alami di atas belum menjadi perhatian dari banyak pengusaha kecil-menengah tersebut. Padahal, sistem ‘Word of Mouth” alias “nggambleh” di mana saja sekarang sangat menakutkan dengan adanya social network yang semakin canggih. Bisa-bisa pelanggan menulis pengalaman 
 buruknya dan berakibat pada penurunan penjualan (yang ini agak lebay tapi).

Jadi, hasil dari pertapaan saya tanpa membuka literatur apa pun, menghasilkan atribut wajib yang harus dimiliki franchise, misalnya:

1. Produk Dasar Harus Sama Persis dan Tersedia
Paling nggak produk dasar harus ada di mana-mana. Jangan sampai di outlet A jualan burger A, B, dan C tapi di outlet B hanya jualan burger A dan B. Niscaya pelanggan akan kecewa berat. Hanya saja untuk side products, semacam kentang goreng kalau di bisnis burger ini, tak selalu ada di setiap outlet tak apalah. Toh tak setiap pelanggan mencarinya.

2. Harga Harus Sama
Di mana-mana, biasanya harga produk itu sama. Kecuali memang jika sedang ada promosi. Tapi, petraturannya juga, promosi itu biasanya diketahui tanggal berakhirnya. Jika harga produk berbeda, apalagi untuk tipe produk yang elastis. Produk elastis itu apa? Intinya kalau harganya naik seribu perak saja, pembeli akan berpindah ke barang pengganti lain dengan mudahnya atau tak jadi beli. Misalnya, kalau untuk kasus jus saya tadi, bisa dianti dengan es cincau atau dawet. Bagaimana jika penjual berdalih, ongkos pengiriman bahan bakunya mahal, Mbak. Makanya outlet yang di nun jauh di sana lebih mahal. Kalau saya pembelinya, langsung saya jawab, NONSENSE, mas! Bahan bakunya kalau mahal ya bisa dibeli saja di dekat outletnya itu. Yang jelas ekspektasi pelanggan ketika dia ingin membeli produk itu di outletnya langsung, entah di manapun, adalah: kualitas sama, harga sama.

Memang ada beberapa item yang bisa dbedakan dalam hal cabang-outlet-franchise ini. Misalnya, jenis produk bisa ditambah, tetapi tidak menghilangkan produk dasarnya. Misalnya Starbucks di Jepang menjual produk kopi ditambah sejenis jeli yang mungkin tidak tersedia di Indonesia. Tapi dia tidak menghilangkan produk dasar seperti kopi latte biasa yang sudah pasti ada di manapun cabangnya. Atau perbedaan pada bentuk outlet, misalnya Starbucks juga di beberapa tempat di Eropa yang masih mempertahankan bentuk bangunan kuno yang dipakai. Yang pasti, saya sangat berharap kekecewaan yang saya alami tidak akan dialami lagi oleh konsumen lainnya.